JAWABAN SOAL
TARIKH TASYRI’
Pertanyaan Ke 1
a. Kondisi masyarakat Arab Pra-Islam
Orang-orang Arab hidup secara komunal,
hidup dalam suku-suku yang umumnya terbentuk berdasarkan pertalian darah.
Dengan hidup secara komunal, seseorang bisa bertahan hidup. Suku ketika itu
adalah pelindung bagi eksistensi seseorang. Jika seseorang terbunuh oleh suku
yang lain, suku orang tersebut akan melakukan tindakan menuntut balas. Inilah
satu-satunya hukum yang berlaku bagi tindak kriminal pembunuhan. Tidak ada
sistem hukum mapan dan canggih yang mengatur hal ini. Ini akhirnya menciptakan
lingkaran setan pembunuhan, sehingga berakibat pada terjadinya konflik dan
peperangan antar suku yang tidak pernah berhenti.
Meski demikian masih ada hal-hal positif
yang ada pada suku-suku tersebut. Mereka pada umumnya sangat
membangga-banggakan muru’ah (sifat-sifat ksatria). Para
penyair ketika itu biasa memuji-muji suku atas sifat-sifat muru’ah yang
mereka miliki.
Berbicara tentang wanita, secara singkat
bisa dikatakan bahwa di Arab pada masa itu kaum wanita tidak mendapat kedudukan
dan penghargaan yang layak.
Masyarakat Mekkah sendiri adalah
masyarakat pamganis, penyembah berhala. Mereka politeis, menyembah banyak
tuhan. Meski Allah bagi mereka adalah The Supreme God, Tuhan Tertinggi,
namun mereka masih memiliki banyak dewa yang mereka posisikan sebagai perantara
antara mereka dan Allah. Yang paling populer dari dewa-dewa tersebut adalah
Latta, ’Uzza, Manat dan Hubal.
Situasi
Masyarakat Arab Pra Islam Sebelum Nabi saw diutus, orang-orang Arab adalah umat
yang tidak memiliki aturan dan mereka dikendalikan oleh kebiadaban, dinaungi
oleh kegelapan dan kejahilan, serta tak ada agama yang mengikat dan
undang-undang yang harus mereka patuhi. Hanya sedikit saja dari mereka yang
berjalan dengan aturan yang dapat menyelesaikan perselisihan mereka, adat yang
dianggap baik serta langkah yang mulia. Bangsa Arab pra Islam dikenal sebagai
bangsa yang sudah memiliki kemajuan ekonomi.
Adapun
ciri-ciri utama tatanan Arab pra Islam adalah sebagai berikut:
1. Menganut
paham kesukuan (kafilah)
2. Memiliki
tata sosial politik yang tertutup dengan partisipasi warga yang terbatas
3. Mengenal
hirarki sosial yang kuat
4. Kedudukan
perempuan cenderung direndahkan.
b.
Hikmah mengetahui kondisi
di atas bagi awal pembentukan tasyri’ yang diperankan Nabi SAW:
Dengan
mengetahui kondisi di atas maka kita dapat mengetahui bagaimana tasyri’ itu
disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW dengan kondisi budaya masyarakat yang
seperti itu, dan juga dapat diketahui asbabunnuzul-asbabunnuzul dari setiap
hukum yang diwahyukan Allah SWT.
Pertanyaan ke 2
a.
Fase Makkiyah, Pada fase
ini umat Islam keadaannya masih terisolir, masih sedikit kuantitasnya dan
kapasitasnya masih lemah, belum bisa membentuk komunitas umat yang mempunyai
lembaga pemerintahan yang kuat. Oleh karena itu, perhatian Rasulullah saw pada
fase ini dicurahkan kepada aktivitas penyebaran dakwah dalam rangka proyek
penanaman tauhid kepada Allah swt dan meninggalkan praktek-praktek penyembahan
berhala.
b.
Fase Madaniyah, ialah sejak
Rasulullah saw hijrah dari Mekkah ke Madinah hingga wafatnya tahun II H/632 M,
yakni sekitar 10 tahun lamanya. Pada fase ini Islam sudah kuat, kuantitas
umatnya sudah banyak dan telah mempunyai tata pemerintahan tersendiri sehingga
media-media dakwah berlangsumg dengan aman dan damai. Periode Madinah dikenal
sebagai periode penataan dan pemapanan masyarakat sebagai masyarakat
percontohan. Karenanya, diperiode Madinah inilah ayat-ayat yang memuat
hukum-hukum untuk keperluan tersebut turun, baik yang berbicara tentang ritual
maupun sosial. Alasan beberapa produk hukum itu berada dalam periode Madinah,
antara lain :
1.
Dalam periode ini diperkirakan
umat Islam sudah memiliki modal akhlak atau mental dan akidah yang kuat sebagai
landasan melaksanakan tugas-tugas lain. Hanya orang yang mempunyai kepercayaan
yang tinggi kepada pembuat aturanlah yang dapat melaksanakan dan memelihara
peraturan.
2.
Hukum itu akan dapat terlaksana
bila dilindungi oleh kekuatan politik. Di periode ini, Rasulullah saw dipercaya
oleh masyarakatnya sebagai pemegang kekuasaan politik karena keberhasilannya
menyelesaikan perselisihan yang disebabkan oleh perebutan pengaruh masyarakat
Madinah karena primordialisme. Masyarakat Madinah yang kemudian terdiri atas
penduduk asli dan imigrasi dari Mekkah (Muhaijrin) tidak lagi merasakan
kesukuan sebagai ikatan solidaritas, tetapi kepercayaan agama.
c.
Sumber Hukum Islam Pada Masa
Rasulullah saw. Pada periode Rasulullah saw pada dasarnya hanya ada 2 sumber
hukum (perundang-undangan), yaitu wahyu Ilahi (Al qur'an) dan Sunnah.
Pertanyaan Ke 3
a.
Hukum Poligami
·
Sebelum Islam
Poligami
adalah praktik masyarakat Arab pra-Islam. Dr Najmân Yâsîn dalam kajian
mutakhirnya tentang perempuan pada abad pertama Hijriah (abad ketujuh Masehi)
menjelaskan memang budaya Arab pra-Islam mengenal institusi pernikahan tak
beradab (nikâh al-jâhili) di mana lelaki dan perempuan mempraktikkan
poliandri dan poligami. Pertama, pernikahan sehari, yaitu pernikahan hanya
berlangsung sehari saja.Kedua, pernikahan istibdâ’ yaitu suami menyuruh
istri digauli lelaki lain dan suaminya tidak akan menyentuhnya sehingga jelas
apakah istrinya hamil oleh lelaki itu atau tidak. Jika hamil oleh lelaki itu,
maka jika lelaki itu bila suka boleh menikahinya. Jika tidak, perempuan itu
kembali lagi kepada suaminya. Pernikahan ini dilakukan hanya untuk mendapat
keturunan.Ketiga, pernikahan poliandri jenis pertama, yaitu perempuan mempunyai
suami lebih dari satu (antara dua hingga sembilan orang). Setelah hamil, istri
akan menentukan siapa suami dan bapak anak itu.Keempat, pernikahan poliandri
jenis kedua, yaitu semua lelaki boleh menggauli seorang wanita berapa pun
jumlah lelaki itu. Setelah hamil, lelaki yang pernah menggaulinya berkumpul dan
si anak ditaruh di sebuah tempat lalu akan berjalan mengarah ke salah seorang
di antara mereka, dan itulah bapaknya.Kelima pernikahan-warisan, artinya anak
lelaki mendapat warisan dari bapaknya yaitu menikahi ibu kandungnya sendiri
setelah bapaknya meninggal.Keenam, pernikahan-paceklik, suami menyuruh istrinya
untuk menikah lagi dengan orang kaya agar mendapat uang dan makanan. Pernikahan
ini dilakukan karena kemiskinan yang membelenggu, setelah kaya perempuan itu
pulang ke suaminya. Ketujuh, pernikahan-tukar guling, yaitu suami-istri
mengadakan saling tukar pasangan.
Sebagaimana
yang telah dijelaskan tentang kondisi masyarakat Arab pra-Islam, bahwa kedudukan
perempuan cenderung direndahkan dan tidak mendapat kedudukan dan penghargaan
yang layak. Dengan demikian, maka poligami sebelum islam datang adalah suatu
hal yang biasa dilakukan dalam masyarakat arab.
·
Setelah Islam
Setelah Islam datang, maka poligami dibatasi dan diatur
dalam Al-Qur’an. Sebagaimana dalam QS.4:3 bahwa “pria muslim dapat menikahi
empat perempuan”.
b.
Syarat penerimaan Harta Pusaka
Sebelum Islam:
Syarat-syarat
mempusakai pada zaman arab Jahiliyah adalah:
1.
Pertalian kerabat (Qarabah)
2.
Janji setia (Muhalafah)
3.
Adopsi (Tabanni)
Setelah Islam:
Pada zaman
awal Islam (setelah Nabi Muhammad dan shahabat hijrah ke Madinah) selain karena
pertalian nasab atau kerabat, terdapat tiga sebab mendapatkan harta pusaka,
yaitu:
- Adopsi
- Hijrah, dan
- Mu’akhakh (persaudaraan antara muhajirin dan anshor).
Akomodasi
al-Quran terhadap tradisi arab pra-Islam diantaranya dengan menjadikan
perempuan sebagai anggota keluarga yang mendapatkan harta pusaka. Baik sebagai
anak, istri, ibu, maupun saudara. Pokok-pokok hukum waris tercantum dalam surat An-Nisaa’ ayat 7-14.
c.
Sangsi Potong Tangan
Dalam Al-Quran
dikatakan bahwa sangsi bagi pencuri, baik laki-laki maupun perempuan adalah
potong tangan (Al-Maidah:38). Menurut Muhammad Azhar dalam fiqih kontemporer
dalam pandangan neo modernisme islam (1996), sanksi potong tangan itu
sangat mengerikan dan merupakan tradisi Arab Saudi sebelum Islam. Jadi, itu
bukan hukum Islam. Dengan demikian, sanksi potong tangan bagi pencuri merupakan
akomodasi terhadap hukum yang hidup di masyarakat arab saat itu.
Menurut
Ibrahim Dasuqi al-Syahawi (1961), sebagian ulama berpendapat bahwa salah satu
arti memotong tangan pencuri yang terdapat dalam surat Al-Maidah: 38 itu adalah mencegah
pelaku dari kemungkinan mencuri lagi. Kata al-qath’ ditafsirkan dengan kata
al-man’. Mencegah pencuri dari tindakan pengulangan pencurian tidak mesti
dengan potong tangan; dapat diganti dengan yang lain seperti dipenjara.
Pertanyaan ke-4
Poligami hukumnya tergantung pada
situasi dan kondisi si pelaku. bisa haram, boleh, maupun wajib.
Dikatakan haram, apabila dengan
melakukan poligami tersebut dapat membawanya kepada hal yang dilarang oleh
Allah dan lebih banyak yang madharat daripada maslahatnya.
Dikatakan boleh, apabila dengan
poligami bisa menambah keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT dengan syarat
suami bisa berbuat adil. Sebagaimana yang telah dicontohkan Nabi SAW dengan
menikahi beberapa perempuan. Serta firman Allah SWT QS.4:3
bahwa “pria muslim dapat menikahi empat perempuan”.
Dikatakan
wajib, apabila terjadi dalam suatu tempat terdapat jumlah laki-laki yang
sedikit sementara jumlah perempuan banyak.
Pertanyaan ke 5
Kalau melihat
sejarah Rasul SAW, beliau berijtihad dengan tuntunan wahyu yang diperolehnya
serta memperbolehkan kepada sahabatnya untuk berijtihad sendiri. Dikarenakan
banyaknya persoalan-persoalan yang belum diatur dalam Al-Quran.
Hikmah Nabi
SAW berijtihad adalah:
·
untuk memperjelas dan merinci
hukum yang tercantum dalam Al-Quran yang bersifat global. Seperti tentang
shalat.
·
Untuk menjawab
permasalahan-permasalahan hukum yang terjadi pada masa itu yang tidak
dijelasdkan dalam Al-Qur’an.
Hikmah
dibolehkannya ijtihad kepada shahabat:
Untuk menjawab permasalahan-permasalahan
hukum yang terjadi yang belum /tidak dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Hadits.
Dalam hal ini, maka shahabatpun diperbolehkan untuk berijtihad.
Pertanyaan ke-6
Pengaruh fatwa terhadap
perkembangan tasyri’:
1.
shahabat melakukan penelaahan
terhadap al-Quran dan Sunnah dalam menyelesaikan suatu kasus. Apabila tidak
ditemukan dalam Al-Quran dan Sunnah, mereka melakukan ijtihad.
2.
Shahabat telah menentukan thuruq
al-istinbath dalam menyelesaikan kasus yang dihadapi.
Pertanyaan ke-7
a.
Rasulullah melarang menulis hadits
karena Rasulullah menghendaki agar jangan sampai Al-Qur’an tercampur dengan
lainnya, apalagi di kalangan kaum ummu (tuna baca tulis) yang beranggapan bahwa
Al-Qur’an dan hadits adalah satu macam. Dan Beliau juga benar-benar yakin bahwa
kaumnya memiliki kekuatan hafalan dan mampu mengingatnya saat-saat diperlukan.
b.
Pengaruh pembukuan hadits terhadap
tasyri’:
-
munculnya musnad-musnad hadits.
-
Munculnya ulama-ulama peneliti
hadits
-
Adanya pemisahan hadits shahih dan
dho’if.
c.
Mulculnya madrasah al-hadits dan
madrasah al-ro’yu:
Pertengahan abad ke-1 H sampai
awal abad ke-2 H. Periode ini merupakan awal pembentukan fiqh Islam. Sejak
zaman Usman bin Affan (576-656), khalifah ketiga, parasahabat sudah banyak yang
bertebaran di berbagai daerah yang ditaklukkan Islam. Masing-masing sahabat
mengajarkan Al-Qur’an dan hadits Rasulullah SAW kepada penduduk setempat. Di
Irak dikenal sebagai pengembang hukum Islam adalah Abdullah bin Mas’ud (Ibnu
Mas’ud), Zaid bin Sabit (11 SH/611 M-45 H/665 M) dan Abdullah bin Umar (Ibnu
Umar) di Madinah dan Ibnu Abbas di Makkah. Masing-masing sahabat ini menghadapi
persoalan yang berbeda, sesuai dengan keadaan masyara’at setempat.
Para
sahabat ini kemudian berhasil membina kader masing-masing yang dikenal dengan
para thabi’in. Para thabi’in yang terkenal itu adalah Sa’id bin Musayyab (15-94
H) di Madinah, Atha bin Abi Rabah (27-114H) di Makkah, Ibrahiman-Nakha’i (w. 76
H) di Kufah, al-Hasan al-Basri (21 H/642 M-110H/728M) di Basra, Makhul di Syam
(Suriah) dan Tawus di Yaman. Mereka ini kemudian menjadi guru-guru terkenal di
daerah masing-masing dan menjadi panutan untuk masyara’at setempat. Persoalan
yang mereka hadapi di daerah masing-masing berbeda sehingga muncullah hasil
ijtihad yang berbeda pula. Masing-masing ulama di daerah tersebut berupaya
mengikuti metode ijtihad sahabat yang ada di daerah mereka, sehingga muncullah
sikap fanatisme terhadap para sahabat tersebut.
Dari perbedaan metode yang
dikembangkan para sahabat ini kemudian muncullah dalam fiqh Islam Madrasah
al-hadits (madrasah = aliran) dan Madrasah ar-ra’yu. Madrasah
al-hadits kemudian dikenal juga dengan sebutan Madrasah al-Hijaz dan Madrasah
al-Madinah; sedangkan Madrasah ar-ra’yu dikenal dengan sebutan Madrasah
al-Iraq dan Madrasah al-Kufah.
Pertanyaan ke-8
Karena adanya sikap ta’assub madzhab (fanatisme
mazhab imamnya) di kalangan pengikut mazhab. Ulama ketika itu merasa lebih baik
mengikuti pendapat yang ada dalam mazhab daripada mengikuti metode yang
dikembangkan imam mazhabnya untuk melakukan ijtihad.
Pertanyaan ke-9
Sebab terhentinya ijtihad pada periode ulama murajihin:
1. Terpecahnya daulah Islamiyah ke dalam beberapa kerajaan yang antara
satu dan lainnya saling bermusuhan.
2. Tokoh-tokoh fuqoha
terpolarisasi dalam beberapa golongan. Masing-masing golongan membentuk menjadi
aliran hukum tersendiri dan mempunyai khittah tersendiri pula.
3. Umat Islam mengabaikan
sistem kekuasaan perundang-undangan, sementara disisi lain mereka juga tidak
mampu merumuskan peraturan yang bisa menjamin agar seseorang tidak ikut berijtihad
kecuali yang memang ahli dibidangnya.
4. Para
ulama dilanda krisis moral yang menghambat mereka sehingga tidak bisa sampai
pada level orang-orang yang melakukan ijtihad.
Usaha-usaha ulama dalam mengatasi taqlid dan jumud:
a. Para
ulama menyerukan untuk kembali kepada Al-Quran dan Assunnah.
b. Mulculnya Golongan Salafiyyin mengajak para ulama kepada :
1. Meninggalkan taqlid buta
2. Mempersatukan mazhab
3. Kembali kepada sumber-sumber tasyri' yang asli (al Qur’an dan
hadits)
4. Membasmi Tahayul, Bid'ah dan Churafat (TBC)
Pertanyaan
ke-10
a. Jamaludin Al-Afghani 1254
H/1838 M
Pertama;
Perlawanan terhadap kolonial barat yang menjajah negri-negri Islam (terutama
terhadap penjajah Inggris). Beliau turut ambil bagian dalam peperangan
kemerdekaan India
pada bulan Mei 1857, juga mengadakan ziarah ke negri-negri Islam yang berada di
bawah tekanan imperialis dan kolonialis barat seperti tersebut di atas.
Kedua;
upaya melawan pemikiran naturalisme di India, yang mengingkari adanya
hakikat ketuhanan. Menurutnya, dasar aliran ini merupakan hawa nafsu yang
menggelora dan hanya sebatas egoisme sesaat yang berlebihan tanpa
mempertimbangkan kepentingan umat manusia secara keseluruhan.
Al
Afghani lebih kepada pendekatan provokasi (dalam term positif) atau membakar
semangat, menyadarkan ummat atas realitas keterpurukan mereka, serta menjalin
komunikasi dengan para ulama dan pemimpin kaum Muslimin.
Pengaruhnya
terhadap perkembangan tasyri’: bahwa Al-Afghani berusaha menghancurkan
pemikiran tentang pengingkaran hakikat ketuhanan dengan menunjukkan bahwa agama
Islam mampu memperbaiki kehidupan masyarakat dengan syariat dan
ajaran-ajarannya.
b. Muhammad Abduh
Menurut DR. M.
Quraisy Syihab dalam Studi Kritis Tafsir Al-Manar terbitan Pustaka Hidayah
tahun 1994 halaman 19, ada dua pemikiran pokok yang menjadi fokus utama
pemikiran Muhammad Abduh, yaitu:
1. Membebaskan
aqal fikiran dari belenggu-belenggu taqlid yang menghambat perkembangan
pengetahuan agama sebagaimana haqnya salaful ummah, yakni memahami langsung
dari sumber pokoknya, Al-Qur’an dan Hadits.
2. Memperbaiki gaya bahasa Arab, baik yang digunakan dalam percakapan
resmi di kantor-kantor pemerintahan maupun dalam tulisan-tulisan di media massa.
Menurut Muhammad Abduh, aqal dapat mengetahui hal-hal berikut ini:1. Tuhan dan sifat-sifat-Nya.
2. Keberadaan hidup di akhirat.
3. Kebahagian jiwa di akhirat bergantung pada upaya mengenal Tuhan dan berbuat baik, sedangkan kesengsaraannya bergantung pada sikap tidak mengenal Tuhan dan melakukan perbuatan jahat.
4. Kewajiban manusia mengenal Tuhan.
5. Kewajiban manusia untuk berbuat baik dan menjauhi perbuatan jahat untuk kebahagiaan di akhirat.
6. Hukum-hukum mengenai kewajiban-kewajiban itu.
Pengaruhnya
terhadap perkembangan tasyri’:
Membebaskan umat
Islam dari sifat Taqlid.
Memberikan
pencerahan kembali dalam pemikiran umat Islam.
c. Muhammad Rasyid Ridla
Beliau berusaha mengemukakan kemerosotan kaum
muslimin dilihat dari berbagai situasi dan kondisi menurut pemikiran dan cara
pandang beliau dalam meneliti sebuah realita hidup yang tentunya tidak terlepas
dari suatu penyebab kelemahan itu sendiri yaitu;
1).
Orang-orang Eropa identik dalam hidupnya itu serba mewah, dalam hal ini akan
mengakibatkan kehancuran dalam aspek sosial masyarakat apabila ini tidak ada
pendidikan yang benar sebagai fondasinya. Begitu pula mereka senantiasa
memisahkan hubungan sosial yang ada dibagian benua Timur, mereka mengendalikan
kehidupan itu pada lima perkara yaitu; arak, judi, riba, prostitusi dan
perdagangan.
2).
“Tentara-tentara penjajah” itu identik dengan golongan yang mengekor (taqlid)
pada orang-orang Eropa dalam aspek kehidupan tanpa mengambil ibrah dari
intisari peradaban mereka. Dimana Jamaluddin al-Afghani beranggapan mereka itu
sebagai unsur pemecah belah negara dan kaum penjajah maka dijulukilah sebagai
golongan syaitan, bahwa ingatlah golongan syaitan itu akan merugi.
3).
Orang-orang muslim telah menjauh dari nilai-nilai agama yang merupakan
keutamaan yang mudah sehingga segala aktifitasnya tidak pernah ada
kesederhanaan, karena mungkin menganggapnya bahwa agama itu mudah dan sederhana
saja. Maka mengakibatkan orang non muslim sangat mudah untuk mengorek-ngorek
dan kelemahan memahami bahasa Arab. Dengan demikian tersebarlah ketergesaan
yang tidak seimbang.
4).
Pemerintah yang dzalim, kesewenang-wenangan dalam bertindak adalah suatu
kehancuran dan kerusakan sebagaimana diibaratkan; apabila kamu melihat
kebohongan, perkataan yang kotor, sombong, munafik, iri hati, dengki dan yang
serupa dengan prilaku itu, merupakan suatu kehinaan yang terjadi pada umat.
Maka hukumlah para pemimipin yang melakukan kedzaliman dan kesewenang-wenangan,
rakyatnya kalau bertindak seperti demikian dan juga para ulama, para da’I yang
melakukan bid’ah dan kerusakan-kerusakan dalam ibadah ataupaun sebaliknya.
5). Yang
dialami orang muslim saat ini adalah banyak kebingungan, fitnah dan tampaknya
perbedaan, perpecahan sehingga dapat melemahkan kekuatan orang muslim.
6).
Sempitnya dan sedikitnya para fuqaha yang mampu dalam berijtihad malahan sampai
tidak mampu, juga tidak dapat menyesuaikan perkembangan-perkembangan modern.
Sehingga hukum itu merasa sempit ketika contohnya dalam masalah riba atau yang
berhubungan dengan masalah transaksi harta.
7). Tidak
melaksanakan syari’at hukum Islam, bahkan sebagian orang muslim mendorong untuk
mempalajari teori sosialis. Sebenarnya dalam Islam itu sudah mencakup substansi
dari pelajaran-pelajaran seperti ini.
8).
Tersebarnya kemunkaran-kemunkaran yang dikedepankan seperti menciptakan
agama-agama baru yang mungkin ini bakal atau celah yang jauh dari agama yang
lurus.
Barangkali dari intisari yang dikemukakan beliau
memberikan solusi yang bakal menjauhkan segala kelemahan dari timbulnya
penyebab tadi. Dalam hal ini beliau tanpa memandang waktu tertentu dan dalam
kondisi bagaimana. Dengan demikian ada beberapa cara diantaranya:
1). Penuh
perhatian pada orang yang terkemuka dari segala pendidikan dan pembentukan
muslim sejati. Begitu pula semangatnya dalam memperjaungkan Islam contohnya
Syaikh Muhammad Abduh dalam mencetak tingkatan seorang muslim yang berpendidikan
yang mampu mendorong masyarakat untuk maju.
2). Ulama
itu harus tunduk dan taat juga mengakui terhadap ilmu kontemporer untuk
kemajuan. Karena agama itu bukanlah yang memelihara dirinya akan tetapi
bagaimana mengolah dirinya untuk maju.
3).
Penting mengubah gambaran yang di rasakan kaum muslim bahwa agama itu hanya
sebatas ibadah saja. Akan tetapi agama itu sebuah ruh yang akan mendatangkan
kemenangan tanpa menjauhkan prilaku yang jelek. Sehingga keinginan beliau,
bahwa orang-orang muslim itu perlu belajar agama yang bukan hanya sebatas
rahasia ruhiyyah saja, bahkan perlu mengetahui hakikat hidup di dunia seperti
halnya kebahagiaan manusia yang mengharapkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
4).
Sesungguhnya perbaikan kaum muslimin itu adalah pentingnya mengembalikan kepada
manhaj salafus shaleh dalam memahami agama tanpa menambah atau menguranginya.
5).
Perlunya membangun universitas Islam dengan anggapan bahwa itu adalah bentuk
strategis dalam tujuan terbesar pergerakan reformis yang berangkat untuk
memahami Islam dengan benar.
6).
Perubahan dan perbaikan itu tidaklah sempurna oleh seorang pemimpin saja bahkan
umatnya pun perlu bertanggung jawab memperbaikinya.
7).
Perlunya berijtihad dalam urusan dunia yang berdasarkan pada hukum-hukum yang
sesuai dengan kebutuhan yang akan dijalankan oleh pemerintah sebagai bahan
untuk melaksanakan keadilan, menjaga keamanan, aturan, negeri yang aman,
kemasalahatan umat yang didasari oleh perubahan waktu dan tempat keadaan
manusia dilihat pada sisi agama dan kondisi masyarakat.
8).
Mengistinbat suatu hukum itu harus berdasarkan sebuah majma’ (lembaga
fatwa) dan dakwah dengan maksud untuk menghilangkan perbedaan. Sampai beliau
menyarankan untuk memahami dan memilih bukunya Imam Ghazali “al-qisthasul
mustaqim” yang mungkin bisa dijadikan sebuah hujjah.
9).
Menyebarluaskan pendidikan yang bersifat analisa, pengajaran yang sesuai dengan
agama. Kemudian perlu dibangun sekolah-sekolah untuk kemasalahatan umat. Dan
beliau menyebutkan bahwa hal ini sebagai sebab akan bangkitnya dalam bentuk
wasilah-wasilah yang di berikan untuk umat sebagai tujuan kebahagian di dunia
yang sesuai dengan kebutuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar