SUNAN AL TIRMIDZI
(Telaah Kritis terhadap
kitab Sunan Al Tirmidzi)
A. Pendahuluan
Umat Islam sepakat bahwa hadith merupakan sumber dan
dasar hukum Islam setelah al Qur’an. Kesepakatan mereka didasarkan pada nash,
baik yang terdapat pada al Qur’an maupun hadith. Sebagaimana firman Allah:
يا ايها الذ ين أمنوا أطيعوا الله وأطيعوا
الرسول واولى الآمر منكم
“Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah rasul
(Nya) dan ulil amri diantara kamu.[1]
ٍٍٍٍٍٍSebagai salah
satu rujukan utama umat Islam, hadith telah dikodifikasikan sejak abad II
Hijriah, pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Azis. Latar belakang Umar bin
Abdul Azis menginstruksikan untuk mengkodifikasi hadith adalah rasa khawatir
dan takut lenyapnya hadith-hadith dengan wafatnya para ulama. Pengkodifikasian
terus berlangsung sampai masa dinasti Abbasiyah. Pada masa ini disamping
lahirnya para ulama hadith, dihasilkan pula kitab-kitab hadith baik berupa al
jami’ maupun al musnad.
Sejak awal abad III Hijriah para ulama mengadakan
penyeleksian dan pengklasifikasian hadith-hadith, yaitu memisahkan hadith
marfu’ dari hadith mauquf dan maqthu’. Hasil dari gerakan ini adalah lahirnya 6
kitab hadith (kutub al sittah), yaitu:
1.
Al
Jami’ al Shahih karya Imam al Bukhari (194-252 H);
2.
Al
Jami’ al Shahih karya Imam Muslim (204-261 H);
3.
Sunan Abu Dawud karya Abu Dawud
(202-275 H);
4.
Sunan
at Tirmidzi karya al Tirmidzi (200-279 H);
5.
Sunan
al Nasai (215-302 H);
6.
Sunan
ibnu Majah karya Ibnu Majah (207-273 H).[2]
Berdasarkan
pemaparan di atas, maka makalah ini akan memfokuskan bahasannya pada kitab Sunan
al Tirmidzi karya al Tirmidzi (207-273 H) dan hal-hal yang berkaitan dengan
kitab tersebut.
B. Pembahasan
1. Riwayat al Tirmidzi
Nama lengkap al Tirmidzi adalah Abu Isa Muhammad bin
Musa bin ad Dahhak as Sulami al Tirmidzi.[3]
Adapun nisbah al Sulami yang melekat pada nama al Tirmidzi merupakan kebangsaan
dari Bani Sulami dari kabilah Ailan. Sedangkan Tirmidzi merupakan nisbah dari kota Tirmidz, sebuah kota
di tepi sungai Jihun di Khurasan. At Tirmidzi adalah ulama hadith ternama dan
penulis beberapa kitab terkenal. At Tirmidzi dilahirkan di kota Tirmiz pada tahun 209 H / 824 M dan
wafat pada pada malam Senin 13 Rajab tahun 279 H / 892 M, dalam usia 70 tahun.[4]
Sejak kecil al Tirmidzi sudah gemar mempelajari
berbagai macam ilmu, termasuk hadith. Ketekunannya dalam menuntut ilmu
dibuktikan dengan seringnya melakukan rihlah (perjalanan) ke beberapa
negeri; Hijaz, Irak, Khurasan dan lain-lain. Kegemarannya dalam mempelajari hadith
dengan melakukan rihlah, mempertemukannya dengan beberapa ulama besar
ahli hadith. Pertemuannya dengan ulama-ulama besar ahli hadith tersebut
menjadikannya sebagai salah satu ulama hadith yang disegani. Karya
monumentalnya dalam bidang hadith adalah kitab Sunan al Tirmidzi.
Al Tirmidzi banyak belajar dan meriwayatkan hadith
dari beberapa ulama besar ahli hadith. Di antaranya adalah Imam Bukhari,
Muslim, Abu Dawud, Qutaibah ibn Said, Ishaq ibn Musa, Mahmud ibn Ghailan, Said ibn
Abdur Rahman, Muhammad ibn Basyar, Ali ibn Hajar, Ahmad ibn Muni’ dan Muhammad ibn
al Mutsanna dan lain-lain.[5]
Beberapa orang yang menjadi muridnya, antara lain:
Makhul ibn Fadlal, Muhammad ibn Mahmud Anbar, Hammad ibn Syakir, Abdu ibn Muhammad an Nasfiyun, al Haisam ibn
Kulaib al Mahbubi dan lain-lain.[6]
Kredibilitas al Tirmidzi sebagai ulama ahli hadith
tidak disangsikan lagi. Ia memiliki kepribadian yang baik dan kapasitas
keilmuan yang mumpuni dalam bidang hadith. Ia terkenal dengan kekuatan
hafalannya, shaleh, terpecaya dan teliti.
Para ulama besar hadith telah memuji
dan mengakui kemuliaan dan kemampuannya. Abu Ya’la al Khalili dalam kitabnya “Ulumul
Hadith” mengatakan: “Muhammad bin Isa al Tirmidzi adalah seorang penghafal dan ahli hadith yang
diakui oleh para ulama” (tsiqqah muttafaq).[7]
2.
Karya-Karya
al Tirmidzi
Kemasyhuran al Tirmidzi sebagai seorang pakar ilmu
tidak diragukan lagi. Ia tidak hanya sebagai ulama ahli hadith tetapi ia juga
dikenal sebagai ahli fiqh yang berwawasan luas. Beberapa buah kitab telah
ditulisnya, seperti:
a. Sunan al
Tirmidzi,
b.
Kitab Tarikh,
c.
Kitab al Ilal,
d.
Kitab al Sama’il al Nabawiyah,
e.
Kitab al Zuhd,
f.
Kitab al Asma’ wal Kuna,
g.
Kitab al Asma’ al Sahabah,
h.
Kitab al Ilal al Kabir,
i.
Kitab al Asma’ al Mauqufat.[8]
3.
Metode dan Sistematika Penulisan Sunan al Tirmidzi
Kitab Sunan
Tirmidzi atau dikenal dengan al Jami’ at Tirmidzi merupakan salah satu karya al Tirmidzi
terbesar dan paling berharga. Ia termasuk
salah satu dari kutubus sittah (enam kitab –hadith). Penamaan kitab ini dinisbahkan pada penulisnya, at
Tirmidzi. Adapun penamaan al shahih pada
kitab ini masih diperselisihkan oleh para ulama hadith.
Al Hakim (w.
405 H) tidak keberatan terhadap pemberian nama al shahih pada kitab al Tirmidzi
tersebut. Sedangkan ulama lain, diantaranya Ibnu Katsir tidak setuju dengan
pemberian nama al shahih pada kitab tersebut. Menurutnya pemberian nama al
shahih pada kitab al Tirmidzi adalah tidak tepat dan amat gegabah. Argumen yang dikemukakan oleh
Ibnu Katsir adalah bahwa kitab at Tirmidzi tersebut tidak hanya memuat hadith-hadith
sahih saja, melainkan juga memuat hadith hasan bahkan dlaif.[9]
Pencantuman hadith
hasan maupun dlaif dalam kitabnya memang diakui oleh al Tirmidzi, tetapi ia
memberikan penjelasan, sebagaimana contoh hadith hasan di bawah ini:
حد ثنا
ابو كريب حد ثنا ابو بكر بن عياش عن عا صم بن بهد لة عن ابى صا لح عن معا وية قال,
قال رسو ل الله : "_من شرب
الخمر فاجلد وه فا ن عاد فى الرابعة فا قتلوه
Abu Kuraib telah bercerita pada
kami, Abu Bakar bin ”Iyasy bercerita pada kami dari ”Ashim bin Baghdalah dari
Abi Shaleh dari Mu’awiyah berkata, Rasulullah saw bersabda: Barang siapa yang minum khamer maka
deralah (cambuklah), jika (ia) mengulangi lagi untuk yang ke empat kalinya maka
bunuhlah.[10]
Hadith di atas
menerangkan bahwa peminum khamer akan dikenakan had (dibunuh) manakala ia
mengulanginya sampai empat kali. Menurut at Tirmidzi, meskipun hadith tersebut
dicantumkan dalam kitabnya, hadith itu telah dihapus (nasakh) dengan hadith
lain yang diriwayatkan oleh al Zuhri dari Qabisah ibn Dzuaib, bahwa laki-laki
tersebut kemudian di bawa ke Rasulullah, kemudian Rasul memukulnya dan bukan
membunuhnya.[11]
Maksud al
Tirmidzi mencantumkan hadith tersebut adalah untuk menjelaskan tentang
kemansuh-an hadith itu. Jadi meskipun hadith tersebut dicantumkan, tidak ada
dampak hukumnya bagi peminum khamer untuk yang keempat kalinya. Artinya peminum
khamer yang mengulangi sampai empat kali, hukumannya bukanlah dibunuh, tapi
dicambuk.
Dengan
demikian, kedudukan hadith dari Abi Shaleh telah dihapus (nasah) oleh
hadith dari al Zuhri dari Qabisah ibn
Dzuaib. Dengan demikian, maka hukum yang diterapkan bagi peminum
khamer untuk yang keempat kalinya adalah cambuk.
Contoh hadith
dlaif yang terdapat dalam kitab Sunan al Tirmidzi, diantaranya :
حد ثنا
بشر بن معاذ العقدى البصرى حد ثنا ايوب بن واقد الكوفى عن هشام بن عروة عن ابيه عن
عا ئشة قا لت: قال رسول الله "_ : من نزل على قوم فلا يصو من تطوعا الا با
ذ نهم
Basyar ibn Muadz al Aqdy al Bashary telah menceritakan kepada
kita, Ayyub ibn Waqid al Kufy
menceritkan pada kami dari ayahnya dari Aisyah ra berkata, Rasulullah saw
bersabda: Barang siapa menemui suatu kaum, maka janganlah puasa sunnah kecuali
meminta idzinnya.[12]
Hadith di atas berderajat dlaif,
karena para perawi dari hadith tersebut tidak satupun yang tsiqqah. Padahal
salah satu syarat hadith shahih adalah perawinya harus tsiqqah.
Metode yang diapakai oleh al Tirmidzi dalam menulis
kitab sunannya, adalah selalu memberikan penjelasan tentang kualitas hadith dan
keadaan hadith, berdasarkan diskusinya dengan para ulama hadith dan metode
takhrij hadith. Istilah-istilah yang dipakai oleh al Tirmidzi dalam menjelaskan
hadits yang ditulisnya, antara lain: Shahih, hasan, dlaif, dan sebagainya.
Kitab Sunan al Tirmidzi terdiri
dari lima
jilid. Sedangkan sistematika penyusunannya
mengikuti urutan bab fiqh. Secara rinci dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1
Sistematika Pembahasan Kitab Sunan al Tirmidzi
NO
|
JILID
|
BAB
|
KETERANGAN
|
1.
|
I
|
Thaharah, Wudlu, Mandi, dan Adzan.
|
464 halaman
|
2.
|
II
|
Sholat,
Sujud Sahwi, Sholat Witir, Sholat Jum’at dan Sholat Ied.
|
517
halaman
|
3.
|
III
|
Zakat,
Puasa, Haji, Nikah, Susuan, Thalak, Li’an dan Jual beli.
|
668
halaman
|
4.
|
IV
|
Diat,
Hudud, Adhiyah, Nadzar, Sumpah, Siyar, Jihad, Pakaian, Makad dan Minum, Birrul Walidain, Faraid, Wasiat, Hibah,
Zuhud, Qiyamat, Sifat-sifat Surga dan Neraka
|
618
halaman
|
5.
|
V
|
Iman, Ilmu,
Adab, Keutamaan al Qur’an dan Tafsir al Qur’an.
|
715
halaman.
|
Pada setiap bab diberi judul dengan
kalimat sederhana atau dengan kalimat pertanyaan, atau dengan kalimat filosofis
yang diikuti dengan sebuah hadith. Apabila dipandang perlu barulah diikuti
dengan sebuah bab lagi.[13]
4.
Syarah Kitab Sunan al Tirmidzi
Diantara kitab syarah Sunan al Tirmidzi, adalah:
a.
Aridatul Ahwazi fi Syarhi
Sunan al Tirmidzi
Kitab syarah ini ditulis oleh al
hafidz Abu baker Muhammad bin Abdillah al Isybili, yang lebih dikenal dengan
nama Ibnul Arabi al malik (w.543 H). Kitab ini membahas tentang perawi hadits,
sanad, dan haditz gharib. Disamping itu, kitab ini juga menerangkan cabang ilmu
yang lain, seperti ilmu nahwu, akidah, hukum, adab dan hikmah. kitab ini
diterbitkan di Mesir dan India.[14]
b.
Qutul Mughtaz Ala Jami’ al
tirmidzi
Kitab syarah ini ditulis oleh al
hafidz Jalaluddin as Suyuthi (w. 911 H). Kitab Sayarah ini diberi mukaddimah
tentang al jami’, kedudukannya dan istilah yang dipakai oleh al Tirmidzi dalam
memberi label pada hadits yang ditulisnya. kitab syarah ini ditulis dengan
merujuk pada kitab syarah yang sebelumnya, terutama kitab syarah karya Ibnul
Arabi. kitab ini diterbitkan di India.
5.
Pandangan
Ulama Hadits terhadap Kitab Sunan al Tirmidzi
Terjadi
kontroversi diantara para ulama hadits, tentang kitab Sunan al Tirmidzi.
Majduddin Ibnul Asir dalam mukadimah kitabnya ”Jami’ul Ushul” mengatakan:
”Kitab shahih al Tirmidzi ini
merupakan kitab yang baik, banyak faedahnya, bagus sistematikanya dan sedikit
pengulangan isinya. Di dalamnya banyak keterangan penting yang tidak ditemukan
pada kitab lain, seperti pembahasan mengenai madzhab-madzhab, cara beristidlal,
dan penjelasan tentang hadits shahih, hsan dan gharib. Garis besarnya, kitab
ini sangat berharga dan berfaedah bagi yang mempelajarinya”.
Jadi menurut Majduddin
Ibnul Asir, kitab Sunan al Tirmidzi ini merupakan kitab yang baik dan
sistematis dalam pembahasan dan metodenya.
Menurut Abu
ismail al harawi, bahwa kitab Sunan al tirmidzi lebih banyak memberikan faedah
daripada kitab shahih Bukhari dan shahih Muslim. Argumen yang dipakai oleh Abu
Ismail adalah kitab Sunan al Tirmidzi memberikan penjelasan dengan gambalang
tentang kualitas hadith dan sebab-sebab kelemahannya. Sehingga orang lebih
mudah untuk mengambil faedah itu, baik dari kalangan fuqaha muhadditsin atau
lainnya.[15]
Keistimewaan
yang lain adalah adanya hadith tsulasti
(hanya tiga perawi). Al Tirmidzi meriwayatkan hadits sanad yang tinggi (’ali),
sehingga antara al Tirmidzi dengan Nabi saw, hanya terdapat tiga perawi. Al
Tirmidzi hanya meriwayatkan satu hadits tsulatsi dalam kitabnya, sebagaimana
termaktub di bawah ini:
حد ثنا اسماعيل بن موسى الغزارى ابن بنت السدى الكوفى حد ثنا عمر بن
شاكر عن انس بن ما لك # عنه قال, قال رسول الله
"_ , يأتى على الناس زمان الصابر
منهم على د ينه كا لقا بض على الجمر
Ismail bin Musa al Ghazari ibnu
binti Suddi al Kufy menceritkan pada kami, Umar bin Syakir menceritakan pada
kami, dari Anas bin Malik ra, ia berkata: Rasulullah bersabda: ”Akan datang kepada
umat manusia, di suatu masa, orang yang sabar melaksanakan ajaran agamanya laksana
menggengam bara api.”[16]
Meskipun banyak sanjungan yang disampaikan oleh para
ulama hadits, kitab ini tidak lepas dari kritikan. Sebagian ulama hadith
mengkritik beberapa hadits yang diriwayatkan oleh al Tirmidzi dan menilainya
sebagai hadits maudlu’ (palsu). Mereka yang mengkritik itu antara lain; Ibnu
Taimiyah, adz Dzahabi dan al Hafidz ibnu al Jauzi. Al Hafidz Ibnu al jauzi
dalam kitabnya ”Maudu’at” menyatakan bahwa dalam kitab al jami’ al shahih al
Tirmidzi terdapat 30 hadith maudlu’ (palsu). Tetapi pernyataan tersebut
disanggah oleh Jalaluddin al Suyuti, bahwa hadith-hadith yang dinilai maudlu’
oleh Ibnu al Jauzi sebenarnya bukan maudlu’. Disinyalir, di kalangan
ulama hadith bahwa Ibnu al Jauzi dikenal sebagai orang yang mudah memberikan
penilaian maudlu’ terhadap suatu hadith.[17]
Sebenarnya jika kita merujuk pada pembahasan sebelumnya
bahwa al Tirmidzi selalu memberikan penjelasan tentang cacat hadith yang
ditulisnya apabila ada cacat di dalamnya. Jadi, sekalipun menurut Ibnu al Jauzi
terdapat tiga puluh hadith palsu dalam kiab Sunan al Tirmidzi, belum tentu kedudukan
hadith tersebut palsu menurut ulama hadith.
Jika para pengkritik menilai maudlu’, tidak halnya
dengan penilaian al Tirmidzi. Sebab hampir tidak ada seorang imam hadith
meriwayatkan hadith maudlu’, yang ia sendiri sudah mengetahuinya, kecuali disertai
penjelasan.
Kritik lain disampaikan oleh Muhammad ibn Said al
Mashlahab. Menurutnya terdapat beberapa
hadith dalam kitab Sunan al Tirmidzi yang menggunakan jalur sanad yang masih
diragukan kejujuran perawinya.[18]
Terlepas dari kontroversi yang ada, menurut penulis bahwa
kitab Sunan al Tirmidzi disamping mempunyai kelebihan juga terdapat
kelemahannya. Diantara kelebihan dari kitab Sunan al tirmidzi adalah:
1.
Sunan al Tirmidzi memberikan penjelasan dengan gambalang tentang kualitas
hadith dan sebab-sebab kelemahannya, sehingga orang yang membaca dan
mempelajarinya, dengan mudah mengetahui status dan derajat suatu hadith.
2. Al
Tirmidzi dikenal sangat teliti dalam memberi predikat suatu hadith. Sehingga
penjelasan tentang derajat hadith yang disampaikan pada kitabnya dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Bahkan al Tirmidzi memberi predikat
sebagai hadith hasan, sedangkan Imam Bukhari menilainya sebagai hadith shahih,
yaitu hadith dari Abu Hurairah (Bab
Wudlu). Secara garis besarnya hadits tersebut adalah; Ketika Rasulullah meminta
3 biji kerikil pada Ibnu Mas’ud untuk beristinjak, ternyata Ibnu Mas’ud hanya
mendapatkan dua biji kerikil, kemudian Ibnu Mas’ud menambah 1 lagi dari kotoran
hewan. Maka jumlahnya menjadi tiga. Tapi Nabi hanya mengambil dua biji saja,
sedangkan biji yang dari kotoran hewan tersebut tidak diambilnya.
Hadits di atas, tentang istinjak Rasulullah tersebut
dinilai oleh Imam Bukhari sebagai hadith shahih dari isnad Abu Hurairah. Tetapi
oleh al tirmidzi hadith tersebut dikategorikan sebagai hadits hasan. Karena
hadits tersebut mengadung illah, yaitu
dalam hadits tersebut dinyatakan bahwa Abu Ubaidillah mendengar dari bapaknya.
Padahal setelah dikroscek ternyata Abu ubaidillah tidak mendengar dari bapaknya.
Tetapi karena hadith tersebut banyak isnadnya maka menurut al Tirmidzi hadith
tersebut tergolong hadith hasan.
Sedangkan kelemahan dari kitan Sunan al tirmidzi, antara
lain:
1.
Hadith ini masih memuat hadith dlaif.
Padahal sebagai kitab rujukan seharusnya hal tersebut tidak terjadi.
2.
Istilah-istilah yang dipakai oleh al
Tirmidzi dalam memberikan status atau derajat hadith tidak seperti yang dipakai
oleh ulama hadith yang lain, sehingga orang yang membaca atau mempelajarinya kesulitan
atau kebingunan.
Tetapi apapun kondisinya kitab Sunan al tirmidzi yang
merupakan karya monumental Tirmidzi telah memberikan kontribusi yang besar
terhadap perkembangan hadith.
C. Kesimpulan
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa
integritas al tirmidzi terhadap ilmu-ilmu agama terutama hadith sangat besar.
Hal tersebut dibuktikan dengan beberapa karya kitab yang telah ditulisnya yang
terdiri dari beberapa disiplin ilmu.
Diantara karya monumentalnya adalah kitab al Jami’ atau
yang lebih dikenal dengan Sunan al Tirmidzi. Kitab ini termasuk salah satu
kitab hadits yang banyak dijadikan sebagai rujukan untuk mempelajari hadits.
Kitab ini disamping mendapat sanjungan dari beberapa
ulama’ hadith, tetapi juga mendapat kritikan. Sebagaimana yang disampaikan oleh
Ibnu taimiyah, Adz dzahabi dan al Hafidz ibnu al Jauzi.
Han’s
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Hakim, Atang & Jaih Mubarak, Metodologi
Studi Islam, Remaja Rosdakarya, Bandnung, 2006
Abu
Zahw, M.M., al Hadith wa al Muhadditsun, Maktabah Misr, Mesir, t.th,
Abu
Isa al Tirmidzi, al Jami’ al Shahih, juz 1, Beirut: Dar al Fikr Syuhbah, , 1963
Abu, Kutubus
Sittah, Pustaka Progresif, Surabaya,
cet. 2, 1999
M.
Ajjaj al Khatib, Ushul al Hadith Ulum wa al Musthalahuhu, Dar Fikr,
Bairut, 1989
Sutarmadi, Ahmad, al Imam al Tirmidzi: Peranannya dalam
Pengembangan Hadith dan Fiqh, Logos, Jakarta,
1998
Dosen
Tafsir F. ushuluddin, Editor M. Al Fatah.., stu
di hadith, Teras, 2003
[1] Al
Qur’an, An Nisa; 59
[2] Atang
Abd. Hakim & Jaih Mubarak, Metodologi Studi Islam, Remaja
Rosdakarya, Bandnung, 2006, hlm. 92.
[3] M.M. Abu
Zahw, al Hadith wa al Muhadditsun, Maktabah Misr, Mesir, t.th, hlm. 360
[4] Abu
Syuhbah, Kutubus Sittah, Pustaka Progresif, Surabaya, cet. 2, 1999, hlm. 83
[5] Abu Isa
al Tirmidzi, al Jami’ al Shahih, juz 1, (Beirut: Dar al Fikr, 1963),
hlm. 80
[6] Ibid, 81
[7] M.M. Abu
Zahw, Opcit, hlm. 361
[8] Abu
Syuhbah, Opcit, hlm. 86
[9] M. Ajjaj
al Khatib, Ushul al Hadith Ulum wa al Musthalahuhu, Dar Fikr, Bairut,
1989, hlm. 323
[10] Abu Isa
al Tirmidzi, al Jami’ al Shahih, Kitab al Hudud, Hadith No. 1364
[11] Ibid,
hlm. 450
[12] Ibid,
hadith No. 719
[13] Ahmad
Sutarmadi, al Imam al Tirmidzi: Peranannya dalam Pengembangan Hadith dan
Fiqh, Logos, Jakarta,
1998, hlm. 211
[14] Abu
Syuhbah, opcit. hlm. 90
[15] Dosen
Tafsir F. ushuluddin, Editor M. Al Fatah.., studi
hadith, Teras, 2003, hlm. 122
[16] Abu Isa
al Tirmidzi, Opcit, hadith No. 2186
[17] Abu
Syuhbah, opcit, hlm. 89
[18] Ahmad
Sutarmadi, opcit, hlm. 83
Tidak ada komentar:
Posting Komentar