Rabu, 05 Maret 2014

STUDY HADITS



SUNAN AL TIRMIDZI
(Telaah Kritis terhadap kitab Sunan Al Tirmidzi)



A.  Pendahuluan
Umat Islam sepakat bahwa hadith merupakan sumber dan dasar hukum Islam setelah al Qur’an. Kesepakatan mereka didasarkan pada nash, baik yang terdapat pada al Qur’an maupun hadith. Sebagaimana firman Allah:
يا ايها الذ ين أمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول واولى الآمر منكم
“Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah rasul (Nya) dan ulil amri diantara kamu.[1]
ٍٍٍٍٍٍSebagai salah satu rujukan utama umat Islam, hadith telah dikodifikasikan sejak abad II Hijriah, pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Azis. Latar belakang Umar bin Abdul Azis menginstruksikan untuk mengkodifikasi hadith adalah rasa khawatir dan takut lenyapnya hadith-hadith dengan wafatnya para ulama. Pengkodifikasian terus berlangsung sampai masa dinasti Abbasiyah. Pada masa ini disamping lahirnya para ulama hadith, dihasilkan pula kitab-kitab hadith baik berupa al jami’ maupun al musnad.
Sejak awal abad III Hijriah para ulama mengadakan penyeleksian dan pengklasifikasian hadith-hadith, yaitu memisahkan hadith marfu’ dari hadith mauquf dan maqthu’. Hasil dari gerakan ini adalah lahirnya 6 kitab hadith (kutub al sittah), yaitu:
1.      Al  Jami’ al Shahih karya Imam al Bukhari (194-252 H);
2.      Al  Jami’ al Shahih karya Imam Muslim (204-261 H);
3.      Sunan Abu Dawud karya Abu Dawud (202-275 H);
4.      Sunan at Tirmidzi karya al Tirmidzi (200-279 H);
5.      Sunan al Nasai (215-302 H);
6.      Sunan ibnu Majah karya Ibnu Majah (207-273 H).[2]
Berdasarkan pemaparan di atas, maka makalah ini akan memfokuskan bahasannya pada kitab Sunan al Tirmidzi karya al Tirmidzi (207-273 H) dan hal-hal yang berkaitan dengan kitab tersebut.  


B.  Pembahasan
1.   Riwayat al Tirmidzi
Nama lengkap al Tirmidzi adalah Abu Isa Muhammad bin Musa bin ad Dahhak as Sulami al Tirmidzi.[3] Adapun nisbah al Sulami yang melekat pada nama al Tirmidzi merupakan kebangsaan dari Bani Sulami dari kabilah Ailan. Sedangkan Tirmidzi merupakan nisbah dari kota Tirmidz, sebuah kota di tepi sungai Jihun di Khurasan. At Tirmidzi adalah ulama hadith ternama dan penulis beberapa kitab terkenal. At Tirmidzi dilahirkan di kota Tirmiz pada tahun 209 H / 824 M dan wafat pada pada malam Senin 13 Rajab tahun 279 H / 892 M, dalam usia 70 tahun.[4]
Sejak kecil al Tirmidzi sudah gemar mempelajari berbagai macam ilmu, termasuk hadith. Ketekunannya dalam menuntut ilmu dibuktikan dengan seringnya melakukan rihlah (perjalanan) ke beberapa negeri; Hijaz, Irak, Khurasan dan lain-lain. Kegemarannya dalam mempelajari hadith dengan melakukan rihlah, mempertemukannya dengan beberapa ulama besar ahli hadith. Pertemuannya dengan ulama-ulama besar ahli hadith tersebut menjadikannya sebagai salah satu ulama hadith yang disegani. Karya monumentalnya dalam bidang hadith adalah kitab Sunan al Tirmidzi.
Al Tirmidzi banyak belajar dan meriwayatkan hadith dari beberapa ulama besar ahli hadith. Di antaranya adalah Imam Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Qutaibah ibn Said, Ishaq ibn Musa, Mahmud ibn Ghailan, Said ibn Abdur Rahman, Muhammad ibn Basyar, Ali ibn Hajar, Ahmad ibn Muni’ dan Muhammad ibn al Mutsanna dan lain-lain.[5]
Beberapa orang yang menjadi muridnya, antara lain: Makhul ibn Fadlal, Muhammad ibn Mahmud Anbar, Hammad ibn Syakir,  Abdu ibn Muhammad an Nasfiyun, al Haisam ibn Kulaib al Mahbubi dan lain-lain.[6]
Kredibilitas al Tirmidzi sebagai ulama ahli hadith tidak disangsikan lagi. Ia memiliki kepribadian yang baik dan kapasitas keilmuan yang mumpuni dalam bidang hadith. Ia terkenal dengan kekuatan hafalannya, shaleh, terpecaya dan teliti.  Para ulama besar hadith telah memuji dan mengakui kemuliaan dan kemampuannya. Abu Ya’la al Khalili dalam kitabnya “Ulumul Hadith” mengatakan: “Muhammad bin Isa al Tirmidzi  adalah seorang penghafal dan ahli hadith yang diakui oleh para ulama” (tsiqqah muttafaq).[7]


2.      Karya-Karya al Tirmidzi
Kemasyhuran al Tirmidzi sebagai seorang pakar ilmu tidak diragukan lagi. Ia tidak hanya sebagai ulama ahli hadith tetapi ia juga dikenal sebagai ahli fiqh yang berwawasan luas. Beberapa buah kitab telah ditulisnya, seperti:
a.   Sunan al Tirmidzi,
b.      Kitab Tarikh,
c.      Kitab al Ilal,
d.      Kitab al Sama’il al Nabawiyah,
e.      Kitab al Zuhd,
f.       Kitab al Asma’ wal Kuna,
g.      Kitab al Asma’ al Sahabah,
h.      Kitab al Ilal al Kabir,
i.        Kitab al Asma’ al Mauqufat.[8]


3.      Metode dan Sistematika Penulisan Sunan al Tirmidzi
Kitab Sunan Tirmidzi atau dikenal dengan al Jami’ at Tirmidzi  merupakan salah satu karya al Tirmidzi terbesar dan paling berharga. Ia termasuk salah satu dari kutubus sittah (enam kitab –hadith). Penamaan kitab ini dinisbahkan pada penulisnya, at Tirmidzi. Adapun penamaan al shahih pada kitab ini masih diperselisihkan oleh para ulama hadith.
Al Hakim (w. 405 H) tidak keberatan terhadap pemberian nama al shahih pada kitab al Tirmidzi tersebut. Sedangkan ulama lain, diantaranya Ibnu Katsir tidak setuju dengan pemberian nama al shahih pada kitab tersebut. Menurutnya pemberian nama al shahih pada kitab al Tirmidzi adalah tidak tepat dan  amat gegabah. Argumen yang dikemukakan oleh Ibnu Katsir adalah bahwa kitab at Tirmidzi tersebut tidak hanya memuat hadith-hadith sahih saja, melainkan juga memuat hadith hasan bahkan dlaif.[9]
Pencantuman hadith hasan maupun dlaif dalam kitabnya memang diakui oleh al Tirmidzi, tetapi ia memberikan penjelasan, sebagaimana contoh hadith hasan di bawah ini:
حد ثنا ابو كريب حد ثنا ابو بكر بن عياش عن عا صم بن بهد لة عن ابى صا لح عن معا وية قال, قال رسو ل الله       : "_من شرب الخمر فاجلد وه فا ن عاد فى الرابعة فا قتلوه  
Abu Kuraib telah bercerita pada kami, Abu Bakar bin ”Iyasy bercerita pada kami dari ”Ashim bin Baghdalah dari Abi Shaleh dari Mu’awiyah berkata, Rasulullah saw bersabda:  Barang siapa yang minum khamer maka deralah (cambuklah), jika (ia) mengulangi lagi untuk yang ke empat kalinya maka bunuhlah.[10]
Hadith di atas menerangkan bahwa peminum khamer akan dikenakan had (dibunuh) manakala ia mengulanginya sampai empat kali. Menurut at Tirmidzi, meskipun hadith tersebut dicantumkan dalam kitabnya, hadith itu telah dihapus (nasakh) dengan hadith lain yang diriwayatkan oleh al Zuhri dari Qabisah ibn Dzuaib, bahwa laki-laki tersebut kemudian di bawa ke Rasulullah, kemudian Rasul memukulnya dan bukan membunuhnya.[11]
Maksud al Tirmidzi mencantumkan hadith tersebut adalah untuk menjelaskan tentang kemansuh-an hadith itu. Jadi meskipun hadith tersebut dicantumkan, tidak ada dampak hukumnya bagi peminum khamer untuk yang keempat kalinya. Artinya peminum khamer yang mengulangi sampai empat kali, hukumannya bukanlah dibunuh, tapi dicambuk.  
Dengan demikian, kedudukan hadith dari Abi Shaleh telah dihapus (nasah) oleh hadith dari al Zuhri dari  Qabisah ibn Dzuaib.  Dengan demikian,  maka hukum yang diterapkan bagi peminum khamer untuk yang keempat kalinya adalah cambuk.
Contoh hadith dlaif yang terdapat dalam kitab Sunan al Tirmidzi, diantaranya :
 حد ثنا بشر بن معاذ العقدى البصرى حد ثنا ايوب بن واقد الكوفى عن هشام بن عروة عن ابيه عن عا ئشة قا لت: قال رسول الله   "_ : من نزل على قوم فلا يصو من تطوعا الا با ذ نهم
Basyar ibn Muadz al Aqdy al Bashary telah menceritakan kepada kita, Ayyub ibn   Waqid al Kufy menceritkan pada kami dari ayahnya dari Aisyah ra berkata, Rasulullah saw bersabda: Barang siapa menemui suatu kaum, maka janganlah puasa sunnah kecuali meminta idzinnya.[12]
Hadith di atas berderajat dlaif, karena para perawi dari hadith tersebut tidak satupun yang tsiqqah. Padahal salah satu syarat hadith shahih adalah perawinya harus tsiqqah.
Metode yang diapakai oleh al Tirmidzi dalam menulis kitab sunannya, adalah selalu memberikan penjelasan tentang kualitas hadith dan keadaan hadith, berdasarkan diskusinya dengan para ulama hadith dan metode takhrij hadith. Istilah-istilah yang dipakai oleh al Tirmidzi dalam menjelaskan hadits yang ditulisnya, antara lain: Shahih, hasan, dlaif, dan sebagainya.
Kitab Sunan al Tirmidzi terdiri dari lima jilid. Sedangkan sistematika penyusunannya mengikuti urutan bab fiqh. Secara rinci dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1
Sistematika Pembahasan Kitab Sunan al Tirmidzi
NO
JILID
BAB
KETERANGAN
1.
I
Thaharah, Wudlu, Mandi, dan Adzan.
464 halaman
2.
II
Sholat, Sujud Sahwi, Sholat Witir, Sholat Jum’at dan Sholat Ied.
517 halaman
3.
III
Zakat, Puasa, Haji, Nikah, Susuan, Thalak, Li’an dan Jual beli.
668 halaman
4.
IV
Diat, Hudud, Adhiyah, Nadzar, Sumpah, Siyar, Jihad, Pakaian, Makad dan Minum,  Birrul Walidain, Faraid, Wasiat, Hibah, Zuhud, Qiyamat, Sifat-sifat Surga dan Neraka
618 halaman
5.
V
Iman, Ilmu, Adab, Keutamaan al Qur’an dan Tafsir al Qur’an.
715 halaman.

Pada setiap bab diberi judul dengan kalimat sederhana atau dengan kalimat pertanyaan, atau dengan kalimat filosofis yang diikuti dengan sebuah hadith. Apabila dipandang perlu barulah diikuti dengan sebuah bab lagi.[13]


4.      Syarah Kitab Sunan al Tirmidzi
Diantara kitab syarah Sunan al Tirmidzi, adalah:
a.      Aridatul Ahwazi fi Syarhi Sunan al Tirmidzi
Kitab syarah ini ditulis oleh al hafidz Abu baker Muhammad bin Abdillah al Isybili, yang lebih dikenal dengan nama Ibnul Arabi al malik (w.543 H). Kitab ini membahas tentang perawi hadits, sanad, dan haditz gharib. Disamping itu, kitab ini juga menerangkan cabang ilmu yang lain, seperti ilmu nahwu, akidah, hukum, adab dan hikmah. kitab ini diterbitkan di Mesir dan India.[14]

b.      Qutul Mughtaz Ala Jami’ al tirmidzi
Kitab syarah ini ditulis oleh al hafidz Jalaluddin as Suyuthi (w. 911 H). Kitab Sayarah ini diberi mukaddimah tentang al jami’, kedudukannya dan istilah yang dipakai oleh al Tirmidzi dalam memberi label pada hadits yang ditulisnya. kitab syarah ini ditulis dengan merujuk pada kitab syarah yang sebelumnya, terutama kitab syarah karya Ibnul Arabi. kitab ini diterbitkan di India.


5.      Pandangan Ulama Hadits terhadap Kitab Sunan al Tirmidzi
Terjadi kontroversi diantara para ulama hadits, tentang kitab Sunan al Tirmidzi. Majduddin Ibnul Asir dalam mukadimah kitabnya ”Jami’ul Ushul” mengatakan:
 ”Kitab shahih al Tirmidzi ini merupakan kitab yang baik, banyak faedahnya, bagus sistematikanya dan sedikit pengulangan isinya. Di dalamnya banyak keterangan penting yang tidak ditemukan pada kitab lain, seperti pembahasan mengenai madzhab-madzhab, cara beristidlal, dan penjelasan tentang hadits shahih, hsan dan gharib. Garis besarnya, kitab ini sangat berharga dan berfaedah bagi yang mempelajarinya”.
Jadi menurut Majduddin Ibnul Asir, kitab Sunan al Tirmidzi ini merupakan kitab yang baik dan sistematis dalam pembahasan dan metodenya.
Menurut Abu ismail al harawi, bahwa kitab Sunan al tirmidzi lebih banyak memberikan faedah daripada kitab shahih Bukhari dan shahih Muslim. Argumen yang dipakai oleh Abu Ismail adalah kitab Sunan al Tirmidzi memberikan penjelasan dengan gambalang tentang kualitas hadith dan sebab-sebab kelemahannya. Sehingga orang lebih mudah untuk mengambil faedah itu, baik dari kalangan fuqaha muhadditsin atau lainnya.[15]
Keistimewaan yang lain  adalah adanya hadith tsulasti (hanya tiga perawi). Al Tirmidzi meriwayatkan hadits sanad yang tinggi (’ali), sehingga antara al Tirmidzi dengan Nabi saw, hanya terdapat tiga perawi. Al Tirmidzi hanya meriwayatkan satu hadits tsulatsi dalam kitabnya, sebagaimana termaktub di bawah ini:

حد ثنا اسماعيل بن موسى الغزارى ابن بنت السدى الكوفى حد ثنا عمر بن شاكر عن انس بن ما لك # عنه قال, قال رسول الله  "_ , يأتى على الناس زمان الصابر منهم على د ينه كا لقا بض على الجمر

Ismail bin Musa al Ghazari ibnu binti Suddi al Kufy menceritkan pada kami, Umar bin Syakir menceritakan pada kami, dari Anas bin Malik ra, ia berkata: Rasulullah bersabda: ”Akan datang kepada umat manusia, di suatu masa, orang yang sabar melaksanakan ajaran agamanya laksana menggengam bara api.”[16]
Meskipun banyak sanjungan yang disampaikan oleh para ulama hadits, kitab ini tidak lepas dari kritikan. Sebagian ulama hadith mengkritik beberapa hadits yang diriwayatkan oleh al Tirmidzi dan menilainya sebagai hadits maudlu’ (palsu). Mereka yang mengkritik itu antara lain; Ibnu Taimiyah, adz Dzahabi dan al Hafidz ibnu al Jauzi. Al Hafidz Ibnu al jauzi dalam kitabnya ”Maudu’at” menyatakan bahwa dalam kitab al jami’ al shahih al Tirmidzi terdapat 30 hadith maudlu’ (palsu). Tetapi pernyataan tersebut disanggah oleh Jalaluddin al Suyuti, bahwa hadith-hadith yang dinilai maudlu’ oleh Ibnu al Jauzi sebenarnya bukan maudlu’. Disinyalir, di kalangan ulama hadith bahwa Ibnu al Jauzi dikenal sebagai orang yang mudah memberikan penilaian maudlu’ terhadap suatu hadith.[17]
Sebenarnya jika kita merujuk pada pembahasan sebelumnya bahwa al Tirmidzi selalu memberikan penjelasan tentang cacat hadith yang ditulisnya apabila ada cacat di dalamnya. Jadi, sekalipun menurut Ibnu al Jauzi terdapat tiga puluh hadith palsu dalam kiab Sunan al Tirmidzi, belum tentu kedudukan hadith tersebut palsu menurut ulama hadith.
Jika para pengkritik menilai maudlu’, tidak halnya dengan penilaian al Tirmidzi. Sebab hampir tidak ada seorang imam hadith meriwayatkan hadith maudlu’, yang ia sendiri sudah mengetahuinya, kecuali disertai penjelasan.
Kritik lain disampaikan oleh Muhammad ibn Said al Mashlahab. Menurutnya  terdapat beberapa hadith dalam kitab Sunan al Tirmidzi yang menggunakan jalur sanad yang masih diragukan kejujuran perawinya.[18]
Terlepas dari kontroversi yang ada, menurut penulis bahwa kitab Sunan al Tirmidzi disamping mempunyai kelebihan juga terdapat kelemahannya. Diantara kelebihan dari kitab Sunan al tirmidzi adalah:
1.      Sunan al Tirmidzi memberikan penjelasan dengan gambalang tentang kualitas hadith dan sebab-sebab kelemahannya, sehingga orang yang membaca dan mempelajarinya, dengan mudah mengetahui status dan derajat suatu hadith.  
2.   Al Tirmidzi dikenal sangat teliti dalam memberi predikat suatu hadith. Sehingga penjelasan tentang derajat hadith yang disampaikan pada kitabnya dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Bahkan al Tirmidzi memberi predikat sebagai hadith hasan, sedangkan Imam Bukhari menilainya sebagai hadith shahih, yaitu  hadith dari Abu Hurairah (Bab Wudlu). Secara garis besarnya hadits tersebut adalah; Ketika Rasulullah meminta 3 biji kerikil pada Ibnu Mas’ud untuk beristinjak, ternyata Ibnu Mas’ud hanya mendapatkan dua biji kerikil, kemudian Ibnu Mas’ud menambah 1 lagi dari kotoran hewan. Maka jumlahnya menjadi tiga. Tapi Nabi hanya mengambil dua biji saja, sedangkan biji yang dari kotoran hewan tersebut tidak diambilnya.
Hadits di atas, tentang istinjak Rasulullah tersebut dinilai oleh Imam Bukhari sebagai hadith shahih dari isnad Abu Hurairah. Tetapi oleh al tirmidzi hadith tersebut dikategorikan sebagai hadits hasan. Karena hadits tersebut mengadung illah, yaitu dalam hadits tersebut dinyatakan bahwa Abu Ubaidillah mendengar dari bapaknya. Padahal setelah dikroscek ternyata Abu ubaidillah tidak mendengar dari bapaknya. Tetapi karena hadith tersebut banyak isnadnya maka menurut al Tirmidzi hadith tersebut tergolong hadith hasan.
Sedangkan kelemahan dari kitan Sunan al tirmidzi, antara lain:
1.      Hadith ini masih memuat hadith dlaif. Padahal sebagai kitab rujukan seharusnya hal tersebut tidak terjadi.
2.      Istilah-istilah yang dipakai oleh al Tirmidzi dalam memberikan status atau derajat hadith tidak seperti yang dipakai oleh ulama hadith yang lain, sehingga orang yang membaca atau mempelajarinya kesulitan atau kebingunan.
Tetapi apapun kondisinya kitab Sunan al tirmidzi yang merupakan karya monumental Tirmidzi telah memberikan kontribusi yang besar terhadap perkembangan hadith.

C.  Kesimpulan
Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa integritas al tirmidzi terhadap ilmu-ilmu agama terutama hadith sangat besar. Hal tersebut dibuktikan dengan beberapa karya kitab yang telah ditulisnya yang terdiri dari beberapa disiplin ilmu.
Diantara karya monumentalnya adalah kitab al Jami’ atau yang lebih dikenal dengan Sunan al Tirmidzi. Kitab ini termasuk salah satu kitab hadits yang banyak dijadikan sebagai rujukan untuk mempelajari hadits.
Kitab ini disamping mendapat sanjungan dari beberapa ulama’ hadith, tetapi juga mendapat kritikan. Sebagaimana yang disampaikan oleh Ibnu taimiyah, Adz dzahabi dan al Hafidz ibnu al Jauzi.

Han’s

















DAFTAR PUSTAKA

Abd. Hakim, Atang & Jaih Mubarak, Metodologi Studi Islam, Remaja Rosdakarya, Bandnung, 2006
Abu Zahw, M.M., al Hadith wa al Muhadditsun, Maktabah Misr, Mesir, t.th,
Abu Isa al Tirmidzi, al Jami’ al Shahih, juz 1, Beirut: Dar al Fikr Syuhbah, , 1963
Abu, Kutubus Sittah, Pustaka Progresif, Surabaya, cet. 2, 1999
M. Ajjaj al Khatib, Ushul al Hadith Ulum wa al Musthalahuhu, Dar Fikr, Bairut, 1989

Sutarmadi, Ahmad, al Imam al Tirmidzi: Peranannya dalam Pengembangan Hadith dan Fiqh, Logos, Jakarta, 1998
Dosen Tafsir F. ushuluddin, Editor M. Al Fatah.., stu di hadith, Teras, 2003









SUNAN AL TIRMIDZI
(Telaah Kritis terhadap kitab Sunan al Tirmidzi)
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Hadith





 







Dosen Pembina
Prof. Dr. H. Burhan Jamaluddin
Oleh
Moh. Subhan




Program Pasca Sarjana
IAIN Sunan Ampel
Surabaya
2007























[1] Al Qur’an, An Nisa; 59
[2] Atang Abd. Hakim & Jaih Mubarak, Metodologi Studi Islam, Remaja Rosdakarya, Bandnung, 2006, hlm. 92.
[3] M.M. Abu Zahw, al Hadith wa al Muhadditsun, Maktabah Misr, Mesir, t.th, hlm. 360
[4] Abu Syuhbah, Kutubus Sittah, Pustaka Progresif, Surabaya, cet. 2, 1999, hlm. 83
[5] Abu Isa al Tirmidzi, al Jami’ al Shahih, juz 1, (Beirut: Dar al Fikr, 1963), hlm. 80
[6] Ibid, 81
[7] M.M. Abu Zahw, Opcit, hlm. 361
[8] Abu Syuhbah, Opcit, hlm. 86
[9] M. Ajjaj al Khatib, Ushul al Hadith Ulum wa al Musthalahuhu, Dar Fikr, Bairut, 1989, hlm. 323
[10] Abu Isa al Tirmidzi, al Jami’ al Shahih, Kitab al Hudud, Hadith No. 1364
[11] Ibid, hlm. 450
[12] Ibid, hadith No. 719
[13] Ahmad Sutarmadi, al Imam al Tirmidzi: Peranannya dalam Pengembangan Hadith dan Fiqh, Logos, Jakarta, 1998, hlm. 211
[14] Abu Syuhbah, opcit. hlm. 90
[15] Dosen Tafsir F. ushuluddin, Editor M. Al Fatah.., studi hadith, Teras, 2003, hlm. 122
[16] Abu Isa al Tirmidzi, Opcit, hadith No. 2186
[17] Abu Syuhbah, opcit, hlm. 89
[18] Ahmad Sutarmadi, opcit, hlm. 83

Tidak ada komentar:

Posting Komentar