I. Pendahuluan
Salah satu cara mensimplifikasikan figh agar mudah difahami, dilaksanakan dan diaplikasikan adalah dengan cara memberikan kemudahan. Hal ini sangat dianjurkan, karena baik al-Qur,an atupun hadist memerintahkan hal tersebut. Bahkan menurut Dr. Yusuf Qardhawi, pada zaman sekarang ini, apabila ada dua pendapat yang seimbang atau berdekatan dalam suatu masalah, yang pertama lebih hati-hati dan yang kedua lebih mudah, maka dalam berfatwa kepada masyarakat umum kita harus memilih yang termudah, bukan yang lebih hati-hati.
Terkait dengan kemudahan, apabila ada suatu perintah, dan kita tidak mampu untuk melaksanakannya, maka lakukanlah semampunya. Bukan karena kita tidak mampu, kemudian gugurlah perintah tersebut. tidak. Tidak demikian! Melakukan semampunya ini adalah suatu keharusan. Inilah salah satu permasalahan yang akan kita bahas
KAIDAH I
الميسور لا يسقط بالمعسور
Yang mudah tidak bisa gugur karena yang sukar
I. Dasar kaidah
Dasar kaidah ini diambil dari hadits yang berbunyi;إذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم
(apabila aku perintahkan kalian pada suatu perkara, maka laksanakanlah sebisa kalian)
Dari hadist ini, bisa kita korelasikan dengan kaidah diatas bahwasannya apabila terdapat suatu perintah, sedang kita tidak mampu melaksanakannya, maka lakukanlah apa yang kita mampu. Apa yang mampu itu harus kita lakukan. Karena sebagai ganti apa yang seharusnya kita lakukan. Seperti misalnya;
seseorang hanya memilki satu tangan, maka ketika ia berwudlu, ia harus membasuh apa yang ia miliki, yaitu satu tangan yang lain. Membasuh satu tangan ini tidak bisa gugur hanya karena tangan yang lain tidak ada (tidak bisa dibasuh).
orang yang hanya bisa baca fatihah separo, dalam shalatnya ia harus membaca yang separo tersebut. Membaca separo ini tidak bisa gugur hanya karena tidak bisa baca seluruhnya..
apabila seseorang memiliki hutang Rp.1.000, dan berjanji akan melunasinya minggu depan. Ketika waktunya tiba, ia hanya memiliki Rp.500. Maka ia harus membayar yang 500,00 itu. Masalah kekurangannya bisa kapan-kapan.
II. Pengecualian
Dari kaidah ini terdapat masalah yang dikecuaikan. Antara lain;
• seseorang berkewajiban membayar kafarat dengan memerdekakan budak. Jika ia hanya memiliki separo, maka tidak boleh memerdekakan separo yang ia miliki, melainkan harus menggantinya dengan puasa dua bulan berturut-turut.
• Orang yang hanya kuat puasa setengah hari, ia tidak diwajibkan imsak setengah hari yang terakhir. Masih ada contoh yang bisa dilihat pada Asbah wa al-Nadloir.
KAIDAH II
ما لا يقبل التبعيض فاختياربعضه كاختياركله وإسقاط بعضه كإسقاط كله
(sesuatu yang tidak dapat dibagi bilamana (seseorang) memilih sebagiannya, maka sama dengan memilih keseluruhannya dan bilamana menggugurkan sebagiannya, maka sama dengan menggugurkan keseluruhan
Contoh;
Apabila seorang laki-laki mengatakan kepada istrinya;” kamu saya talak separo/sebagian. Maka menurut hukum talaknya jatuh satu. Karena dalam talak itu tidak bisa dibagi. (Memilih sebagian, sama dengan memilih seluruhnya)
Apabila A membeli baju dan diketahui lengannya robek. Maka ia tidak bisa minta ganti hanya lengannya saja. Karena baju tidak bisa dibagi-bagi. Apabila ia menggugurkan sebagiannya, maka hukumnya sama dengan menggugurkan keseluruhannya.
Dalam masalah semenjadi keseluruhan terdapat perbedaan pendapat diantara Ulama. Apakah hukum sebagian menjadi keseluruhan dengan jalan merembet ataukah tidak?. Imam Rafi’iy berpendapat bahwa jalan hukum terhadap sebagian menjadi keseluruhan dengan jalan merembet. Sedangkan Imam Haramain mengatakan; tidak merembet, melainkan sekaligus. Hal ini berarti lafadznya menunjukan umum, tetapi yang dimaksud adalah keseluruhan. Seperti perkataan; “sudah banyak telinga yang mendengar”. Kata yang dimaksud adalah “sudah banyak orang yang mendengar”, sebab telinga saja (telinga putus misalnya) tentu tidak dapat mendengar.
Memang pada umumnya “kullun” lebih kuat daripada “ba’dlun”, tetapi ada juga yang sebagian (ba’dun) lebih kuat dapipada keseluruhan (kullun). Hal ini terdapat hanya dalam satu masalah, yakni masalah dhihar. Seperti suami berkata kepada istrinya; أنت علي كظهر أمي ( engkau bagiku, seperti punggung ibuku). Kata-kata ini merupakan dhihar shareh. Berbeda kalau ia mengatakannya; أنت علي كأمي (engkau bagiku seperti ibuku). Kata-kata ini bukanlah dhihar shareh, malainkan kinayah.
KAIDAH III
إذا اجتمع السبب والغرور والمبا شرة قدمت المباشرة
Apabila terdapat sebab atau tipuan berkumpul dengan pelaksanaan, maka pelaksanaan didahulukan
Atau dalam kitab lain disebutkan;
إذا اجتمع المباشر والمتسبب يضاف الحكم إلي المباشر
Contoh;
Apabila ada seseorang membuat sumur pada jalan umum (untuk suatu keperluan), walaupun dengan tanpa izin kepala desa, kemudian ada orang lain menjatuhkan hewan dalam sumur tersebut, maka ia (orang yang menjatuhkan) harus menanggungnya.
A menjual sebilah pisau kepada B, lalu pisau tersebut digunakan untuk membunuh. Dalam hal ini, B terkena tuntutan, meskipun penyebabnya adalah A.
Pengecualian dari kaidah ini banyak sekali. Diantaranya adalah apabila A mengambil kambing milik B, tanpa sepengetahuannya, kemudian A menyuruh C untuk menyembelih kambing tersebut. Maka dalam hal ini yang terkena tuntutan adalah B, walaupun C adalah sebagai pelaksana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar