AL-QOIDAH AL-KULLIYAH
Kaidah fiqh adalah salah satu metode
pengambilan hukum yang di rancang sebagai landasan filosofi dari semua
rumusan hukum yang di lakukan para ulama’di manapun mereka berada,
sehinga setiap ulama’ yang menguasai dan mendalami kaidah-kaidah fiqh
akan mendapati kemudahan di dalam menjalani ketentuan-ketentuan yang di
tetapkan Alloh di muka bumi ini serta mampu memberikan solusi dan
inovasi-inivasi baru bagi masyarakat dalam menjawab setiap perubahan dan
tantangan yang ada.
Lantas sudahkah ulama’-ulama’
kita serta para santri -sebagai penerus para ulama’- secara intens
mendalami ilmu ini? Kalau jawapanya “ya” lantas mengapa keadaan
masyarakat kita masih seperti ini. Penulis pikir pertanyaan ini tidaklah
penting untuk dijawab, karena dengan melihat kondisi masyarakat
indonesia saat ini kita bisa menyimpulkan sendiri jawabanya, akan tetapi
yang sangat diperlukan saat ini adalah adanya tindakan konkrit bagi
para ulama’ serta kita sebagai santri sebagai penangung jawab dari
kontrol moral masyarakat, untuk melakukan sebuah gerakan bermazdhab
secara manhaji. Salah satu langkah awal dari keseriusan kita dalam
permasalahan ini adalah dengan mendalami kaidah fiqh
Sebagai tindak lanjut, penulis akan sedikit memaparkan beberapa kaidah yang sangat penting untuk di fahami. Karena kaidah ini membahas tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan ritual keagamaan dan interaksi sosial kemasyarakatan. Kaidah-kaidah tersebut adalah:
الْخُرُوجُ مِنْ الْخِلَافِ مُسْتَحَبّ
ما ثبت على خلاف القياس لا يقاس عليه
لا حجة مع الإحتمال
دليل الشيء في الأمور الباطنة يقوم مقامه
(" الْخُرُوجُ مِنْ الْخِلَافِ مُسْتَحَبٌّ ")
“keluar dari perbedaan disunahkan”
a. Uraian Kaidah
Kaidah ini memotivasi umat islam agar
selalu menjaga persatuan dan mencari solusi dari setiap perbedaan yang
ada, walaupun sebenarnya perbedaan itu adalah sunnatulloh. Kaidah ini
juga menekankan kepada kita agar selalu berhati-hati dalam menyikapi
segala perbedaan yang ada . pengertian khilaf (perbedaan) adalah
ketidaksamaan dalam memahami sesuatu, tetapi masih mengacu pada satu
pokok, sebagaimana perbedaan dikalangan pemikir islam.
Berbeda dengan pengertian
tanaqudh (pertentangan), yaitu ketidaksamaan pendapat terhadap isi pokok
dari suatu permasalahan serta unsur-unsur yang melingkupinya,
sebagaimana perbedaan prinsipil antara orang-orang muslim dan non
muslim.
b. Dasar Kaidah
Kaidah ini menurut imam as Suyuthy berasal dari firman Alloh:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
“ wahai orang-orang yang beriman jauhilah prasangka-prasangka, karena sebagian dari prasangka adalah (menyebabkan) dosa”.(al hujarat 11)
Hadis nabi:
قَالَ الْحَسَنِ بْنِ عَلِيٍّ( حَفِظْتُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لَا يَرِيبُكَ فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيبَةٌ)
Dari pemahaman Hadist yang diriwayatkan dari cucu nabi di atas kita bisa menyadari bahwa dalam diri manusia, sebenarnya memiliki potensi untuk mengetahui atau merasakan hal-hal baik atau buruk. Serta kita diperintahkan untuk mengunakan argumentasi yang meyakinkan dalam setiap keputusan dan tindakan. Sebagaimana kaidah di atas
c. Analisis Kaidah Serta Syarat-Syarat Aplikasinya
Contoh kongkrit dari kaidah ini adalah di sunahkan membasuh seluruh rambut kepala saat wudhu’, agar terbebas dari perbedaan pendapat dengan maliki dan hanafi yang mewajibkan tidak hanya sebagian dari rambut kepala, tetapi separo atau keseluruhan.
Dalam mengunakan kaidah di atas ulama’ memberikan beberapa ketentuan, sejauh manakah perbedaan itu bisa dikompromikan agar dalam implementasinya tidak menyebabkan kebimbangan dan kerancuan. Adapun syarat-syaratnya adalah:
Pendapat yang lain tidak bisa dipertahankan keabsahanya. Contoh: melakukan sholat witir tiga rokaat, apakah dengan satu kali salam atau dua kali. Dalam permasalahan ini pendapat yang mengatakan satu kali salam tidak bisa dipertahankan, karena sudah jelas bahwa pendapat abu hanifah tentang satu kali salam bertentangan dengan Hadist nabi yang berbunyi:
حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ اللَّهِ الْفَارِسِىُّ حَدَّثَنَا مِقْدَامُ بْنُ دَاوُدَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ مَسْلَمَةَ بْنِ يَزِيدَ حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ بِلاَلٍ عَنْ صَالِحِ بْنِ كَيْسَانَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْفَضْلِ عَنْ أَبِى سَلَمَةَ وَعَنِ الأَعْرَجِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لاَ تُوتِرُوا بِثَلاَثٍ وَأَوْتِرُوا بِخَمْسٍ أَوْ سَبْعٍ وَلاَ تُشَبِّهُوا بِصَلاَةِ الْمَغْرِبِ ».
عَنْ قَيْسِ بْنِ أَبِى حَازِمٍ قَالَ رَأَيْتُ سَعْدًا صَلَّى بَعْدَ الْعِشَاءِ رَكْعَةً فَقُلْتُ مَا هَذِهِ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُوتِرُ بِرَكْعَةٍ.
Perbedaan pendapat tidak berbenturan dengan Hadist yang shohih atau hasan. Contoh: seperti dalam masalah Imam Hanafi yang melarang mengangkat tangan saat sholat, karena bisa membatalkan sholat. Pendapat ini bertentangan dengan hadis mutawatir dan shohih yang berbunyi:
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى التَّمِيمِيُّ وَسَعِيدُ بْنُ مَنْصُورٍ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَمْرٌو النَّاقِدُ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ وَابْنُ نُمَيْرٍ كُلُّهُمْ عَنْ سُفْيَانَ بْنِ عُيَيْنَةَ وَاللَّفْظُ لِيَحْيَى قَالَ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ سَالِمٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ
رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا افْتَتَحَ الصَّلَاةَ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى يُحَاذِيَ مَنْكِبَيْهِ وَقَبْلَ أَنْ يَرْكَعَ وَإِذَا رَفَعَ مِنْ الرُّكُوعِ وَلَا يَرْفَعُهُمَا بَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ
“aku melihat Nabi,S.A.W ketika memulai sholat mengangkat kedua tangan sama dengan pundaknya, serta sebelum ruku’ dan saat berdiri dari ruku’ (juga) dan beliau tidak mengangkatnya ketika di antara dua sujud.
Dalil yang di gunakan untuk bisa dikomparasikan harus memeiliki dalil yang sama-sama kuat. Sebagaimana contoh kasus wudhu’ di atas
ما ثبت على خلاف القياس لا يقاس عليه
“Segala ketentuan hukum yang yang tidak sesuai dengan qiyas maka tidak boleh untuk mengunakan qiyas”
a. uraian kaidah.
Segala ketentuan hukum yang telah
jelas ada dalam nash tidak boleh dilakukan atau dikatakan qiyas
terhadapnya. Qiyas adalah membuat keputusan hukum sebagaimana ketentuan
tersurat dalam nash yang jelas, dikarenakan ada kesamaan sebab. Qiyas
adalah salah satu dari landasan hukum islam. Adapun syarat daripada
qiyas, secara umum adalah, tidak ditemukanya hukum yang jelas dalam nash
mengenai suatu permasalahan. Qiyas adalah salah satu dari metode
pengambilan hukum, yang hanya boleh dilakukan pada saat-saat dibutuhkan.
Qiyas bukanlah suatu metode yang
bersandarkan pada kecenderungan (dhon) yang lemah, akan tetapi qiyas
adalah kecenderungan yang telah mencapai klimaksnya serta sebuah
pemikiran yang telah matang dan mantap, sehinga pantas untuk di gunakan
sebagai sarana pengambilan hukum.
b. Dalil kaidah
Kaidah ini bersumber dari ijma’, ulama bahwa tidak diperkenankan bagi seseorang mengunakan nalarnya ketika permasalahan sudah jelas diterangkan dalam nash. Sebagaimana kaidah (لا مساغ للإجتهاد في مورد التص)
c. Analisis Kaidah
Ketentuan potong tangan bagi orang yang terbukti mencuri, adalah tidak bisa ditawar-tawar lagi, jadi pemenjaraan dan hukuman-hukuman lain tidak bisa dikatakan sebagai qiyas dari potong tangan.
Transaksi sewa menyewa adalah
transaksi yang tidak mengunakan barang untuk dimiliki, akan tetapi hanya
memangfaatkanya. Transaksi dalam bentuk yang tidak jelas dan abstrak
seperti ini dilarang dalam islam. Hukum di perbolehkanya akad ini adalah
bertendensi pada kebutuhan mendesak masyarakat, sehinga para ulama’
sepakat memperbolehkan transaksi model ini. Jadi bolehnya transaksi ini
tidak di qiyaskan dari dalil jual beli.
لا حجة مع الإحتمال
“tidak diterima argumentasi yang bias”
a. Uraian Kaidah
Setiap argumentasi yang belum jelas tidak bisa di pakai sebagai dalil. Dan setiap dalil atau argumentasi haruslah terbebas dari kemungkinan-kemungkinan, yaitu kemungkinan yang timbul dari dalil itu sendiri.
b. Dasar Kaidah
ياا يُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
“wahai orang-orang yang beriman jauhilah prasangka-prasangka, karena sebagian dari prasangka adalah (menyebabkan) dosa”.(al hujarat 11)
c. Analisis Kaidah
Apabila ada orang tua yang menderita
sakit parah menyerahkah semua hartanya kepada salah satu ahli waris,
maka traksaksinya tidak sah kecuali dengan persetujuan ahli waris yang
lain. Hal ini karena dimungkinkan adanya kesengajaan bagi orang tua
tersebut untuk memberikan warisanya hanya kepada satu orang saja
(hirmanu al warist ila ghoirihi) hal ini tidak di benarkan dalam islam..
Apabila ada salah satu ahli
waris yang mengaku memiliki harta yang di hutang orang tuanya yang
meningal dan ia tidak mempunyai bukti, maka hal ini tidak dibenarkan,
karena ada kemungkinan ia hanya ingin mendapat bagian lebih banyak.
(دليل الشيء في الأمور الباطنة يقوم مقامه)
“petunjuk atas hal-hal yang samar adalah sebagaimana adanya”
a. Uraian Kaidah
Maksud dari kaidah ini adalah ketetapan atau keputusan atas suatu yang masih samar disesuaikan dengan argumentasi dilapangan, dan segala hal yang sulit untuk dilihat atau masih samar disebut perkara yang batin. Yang dikkehendaki dengan dalil disini adalah petunjuk.
Kaidah ini menjadi motivasi bagi seseorang untuk berlaku adil dan menjadikan setiap tindakan yang dilakukan harus berdasarkan hal-hal yang rasional
b. Dalil Kaidah
Dalil dari kaidah ini adalah adalah
dalil akal, yaitu segala pengetahuan yang di peroleh dari hasil
pengamatan empiris tidak akan jauh beda dengan kenyataan yang ada.
Sebagaimana firman Alloh yang berbunyi;
فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الأبْصَار
“Ambilah i’tibar wahai orang-orang yang mempunyai akal sempurna” ( al hasyr: 2)
kita diperintah untuk selalu I’tibar dari apa yang telah kita fahami dan ketahui, sehingga kita bisa melakukan hipotesa terhadap petunjuk-petunjuk yang terjadi untuk mengambil keputusan.
c. Analisis kaidah
dari pemahaman kaidah di atas kita
bisa menconhtohkan sebuah kasus, apabila si A membeli HP pada si B, dan
si B menunjukan adanya kekurangan pada HPnya, tapi kemudian si A tetap
membelinya (dalil al-batin), maka berpijak dari kaidah ini berarti si A
sejutu dengan segala kekurangan yang ada pada HP tersebut walaupun tanpa
ucapan yang jelas, dan akad ini di hukumi sah.
Apabila ada seorang karyawan
yang tidak konsisten dengan jam kerjanya serta ada indikasi ia tidak
membawa kemajuan terhadap perusahaan, bahkan ia terkesan membawa
pengaruh buruk terhadap karyawan yang lain. Maka sang majikan boleh
memecatnya secara tidak hormat. Karena melihat indikasi-indikasi di atas
menunjukan bahwa ia telah menghianati segala amanat yang telah
diberikan kepadanya dan kepada sang juragan
Apabila ada seseorang yang membunuh pencuri di rumahnya dikarenakan ia membela diri dari pencuri tersebut yang akan membunuhnya. Berdasarkan kaidah di atas pemilik rumah dibenarkan apabila pencuri tersebut terbukti membawa senjata yang mematikan, namun apabila terbukti bahwa pencuri tersebut tidak membawa apa-apa maka ia terkena hukuman pembunuhan
d. pengecualian kaidah
dikecualikan dari kaidah ini adalah apabila ada seorang wanita yang memasukan putting susunya kemulut bayi yang masih menyusui, dan tidak diketahui apakah ada air susu yang masuk ditelan bayi atau tidak, maka hukumnya adalah bayi tersebut tidak bisa dihukumi muhrim.
KESIMPULAN
Kaidah fiqh adalah metode pengambilan
hukum yang menekanan adanya prinsip keadilan dan kemaslahatan bagi umat.
Akan tetapi kaidah-kaidah tersebut ibarat pisau analisis yang bermata
dua, apabila jatuh ditangan yang tidak kreatif dan tidak memiliki
kapasitas yang mumpuni, akan menjadi sesuatu yang kering akan inovasi,
atau bahkan menjadi jastifikasi dari pendapat-pendapatnya yang
sebenarnya sudah tidak sesuai lagi dengan situasi dan kondisi
masyarakat. Oleh karena itu untuk mengoptimalkan fungsi dari
kaidah-kaidah tersebut diperlukan seseorang yang memiliki kapabilitas
dan kredibilitas keilmuan yang dibarengi dengan kemampuan dalam memotret
dan menganalisis permasalahan-permasalahan sosial yang muncul di
tengah-tengah masyarakat. Dengan kata lain Seorang mujtahid haruslah
memiliki kepekaan sosial yang tinggi.
WAllohu a’lam bi as-showaab
DAFTAR PUSTAKA`
As-Suyuti Jalaluddin Abdurrahman ibn Abi Bakar, ,al-Asybah wa an-Nadzair, alhidayah surabaya tt
az-zarqo Ahmad bin shaikh muhammad. Sarkh a lqowaid al fiqhiyah. Dar al qolam damaskus. tt. Cet 3
al ahdhory Abdurahman. Taqrirat Nadhom sulam al munawwaroq. MHM lirboyo Kediri .
al ‘ubady.Abdullah bin said Idhohu alqowaid al fiqhiyah. Al hidayah surabaya 1410 .H cet 3
al-Hajjaj bin Abdulloh muslim. shohih muslim. Hadist no: 568 Dar al fikr bairut 1989 cet 4
Abdul Hamid Hakim. As-sulam. Sa’adiyah putra Jakarta. tt.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar