ILMU PENGETAHUAN DAN FILSAFAT
(Sketsa dalam Memahami Filsafat Ilmu untuk Mengembangkan Ilmu)
By MOH. SUBHAN, MEI
A. Pendahuluan
Ada
beberapa pendekatan yang dilakukan manusia untuk memahami, meneliti dan
mengola dunia beserta isinya ini. Penedekatan-pendekatan tersebut
seperti filsafat, seni, agama dan ilmu pengetahuan.
Berbicara
tentang filsafat maka kita tidak bisa terlepas dengan ilmu. Sebab
antara filsafat dan ilmu terdapat hubungan yang saling terkait. Bahkan
ada yang menyatakan bahwa filsafat sebagai “induk” atau “ibu” ilmu
pengetahuan atau mater scientiarum. (Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM,
2003; 25). Sehinga boleh disebut antara ilmu dengan filsafat tidak ada
bedanya. Seorang filosof pasti menguasai semua ilmu. Tetapi perkembangan
daya pikir manusia yang mengembangkan filsafat pada tingkat praktis,
berujung pada tingginya loncatan ilmu pengetahuan dibanding dengan
bidang filsafat. Meski ilmu lahir dari filsafat, tetapi dalam
perkembangan berikut, ilmu pengetahuan yang didukung oleh kecanggihan
tehnologi telah mengalahkan perkembangan filsafat. Wilayah kajian
filsafat menjadi lebih sempit dibanding dengan masa awal
perkembangannya. Dan kajian ilmu pengetahuan semakin luas. Sehingga
dalam perkembangannya masing-masing ilmu memisahkan diri dari filsafat.
Hal ini tidak berarti bahwa hubungan ilmu-ilmu khusus dengan filsafat
terputus.
Ada hubungan timbal balik antara ilmu dengan filsafat. Banyak masalah filsafat yang memerlukan landasan pada pengetahuan ilmiah apabila
pembahasannya tidak ingin dikatakan dangkal dan keliru. Ilmu pada
dewasa ini dapat menyediakan sejumlah besar bahan yang berupa
fakta-fakta yang sangat penting bagi perkembangan ide-ide falsafati yang
tepat sehingga sejalan dengan pengetahuan ilmiah. Kebenaran filsafat
tidak dapat dibuktikan oleh filsafat itu sendiri, tapi hanya dapat dibuktikan oleh teori-teori keilmuwan melalui observasi dan eksperimen atau melalui justifikasi kewahyuan. (Cecep Sumarna, 2006; 44).
Setiap
ilmu memiliki konsep-konsep dan asumsi-asumsi yang bagi ilmu itu
sendiri tidak perlu dipersoalkan lagi. Konsep dan asumsi itu diterima
begitu saja tanpa dinilai dan dikritik. Terhadap ilmu-ilmu khusus,
filsafat, khususnya filsafat ilmu, secara kritis menganalisa
konsep-konsep dasar dan memeriksa asumsi-asumsi dari ilmu-ilmu tersebut
untuk mendapatkan arti dan validitasnya. Ilmu diperkirakan valid bila
hasilnya sesuai dengan prosedur (metodologi). Metodologi meletakkan
prosedur yang dipergunakan untuk menguji konsep-konsep dan asumsi-asumsi
(preposisi). Prosedur ini dijustifikasi maknanya dengan argumen
filosofis. Metodologi adalah produk filsafat dan ilmu-ilmu adalah
realisasi dari metodologi. (Barry Hindes, 1977; 5).
B. Pengertian Ilmu Pengetahuan
Kata ilmu berasal dari Bahasa Arab (‘Ilm). Arti dasar dari kata ini adalah kejelasan. Jadi, segala bentuk kata yang terambil dari akar kata ‘ilm seperti kata ‘alam (bendera/gunung), ‘ulmat
(bibir sumbing), mengandung objek pengetahuan. Dengan demikian dapat
diartikan bahwa ilmu sebagai pengetahuan yang jelas tentang sesuatu.
(Quraish Shihab, 1992; 171). Kata tersebut sering disejajarkan dengan
kata science (bahasa Inggris) yang berarti pengetahuan, atau scire dan scientia (bahasa Latin) yang berarti pengetahuan dan aktivitas mengetahui. (Sidi Ghazalba, 1973; 41).
Menurut
S. Hornby mengartikan ilmu adalah susunan atau kumpulan pengetahuan
yang diperoleh melalui penelitiann dan percobaan dari fakta-fakta. Dalam
kamus bahasa Indonesia ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang
yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu yang dapat
digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu pula.
Sedangkan
menurut Athur Thomson ilmu sebagai pelukisan fakta-fakta, pengalaman
secara lengkap dan konsisten meski dalam perwujudan istilah yang
sederhana.
Dari
beberapa difinisi ilmu di atas, maka ilmu berisi tentang hipotesa,
teori, dalil-dalil dan hukum. Hakikat ilmu bersifat koherensi
sistematik. Artinya, ilmu harus terbuka kepada siapa saja yang
mencarinya. Ilmu berbeda dengan pengetahuan. Ilmu tidak pernah
mengartikan kepingan-kepingan pengetahuan berdasarkan satu putusan
tersendiri, ilmu justru menandakan adanya stu keseluruhan ide yang
mengacu pada objek yang sama dan saling berkaitan secara objektif. Oleh
karena itu ilmu membutuhkan metodologi, sebab dan kaitan logfis. Ilmu
menuntut pengamatan dan kerangka berfikir metodik.
C. SUMBER ILMU PENGETAHUAN
Sumber
Ilmu pengetahuan yang dimaksud dalam bab ini adalah aspek-aspek yang
mendasari lahirnya ilmu pengetahuan yang berkembang dan mungkin muncul
di tengah kehidupan umat manusia masa lalu dan masa kini. Hal ini dirasa
amat penting karena: 1). Adanya perbedaan pandangan di kalangan filosof
dan saintis tentang apa yang menjadi sumber ilmu; dan 2). Perbedaan itu
ternyata membawa konsekwensi terhadap perbedaan paradigma yang dianut
oleh masing-masing komunitas dalam memandang dan mengaplikasikan ilmu
pengetahuan.
Di kalangan filosof dan saintis muslim berkembang sebuah pemikiran bahwa sumber utama ilmu pengetahuan adalah wahyu yang
termanifestasi dalam bentuk al Qur’an dan sunnah Nabi, intuisi, empiris
yang faktual –induktif -- dan rasional –deduktif--. Jika ada perbedaan
pandangan di kalangan masyarakat Muslim, pada dasarnya hanya pada segi
prioritas dalam memposisikan fungsi wahyu, yakni apakah wahyu menjadi
alat konfirmasi (pembenar) atas penemuan fakta empiris rasional, maka wahyu berperan hanya sebagai pendukung atau justru menjadi alat informasi terhadap lahirnya dan jalannya ilmu pengetahuan, di sini wahyu sebagai sumber utama.
Berbeda
dengan sumber ilmu dalam Islam, di kalangan filosof dan saintis Barat,
sumber ilmu pengetahuan dibatasi hanya pada dua sumber. Yaitu
pengetahuan yang lahir atas dasar pertimbangan rasio (akal/deduksi)
dan pengetahuan yang dihasilkan melalui pertimbangan empirikal /
pengalaman yang bersifat faktual (empiris/induksi). Sumber pengetahuan
yang dibangun atas kebenaran pada pengalaman (empiris) diistilahkan dengan empirisme, yang dikomandani oleh John Lock, sedangkan pengetahuan yang dibangun atas pertimbangan akal (rasio) dikenal dengan istilah rasionalisme yang
diprakarsai oleh David Hume. Dua tokoh ini menjadi peletak dasar teori
empirisme dan rasioanlisme yang menjadi bangunan ilmu pengetahuan
modern. Jadi sesuatu yang berada di luar dua jangkauan tadi, harus
ditolak. Sebab eksistensi sesuatu itu harus dapat dibuktikan secara
empirik dan dapat diterima secara akal. (Cecep Sumarna, 2006; 52).
D. URGENSI KAJIAN FILSAFAT ILMU
Filsafat ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat. Ilmu ini lahir sebagai pengembangan dari filsafat pengetahuan (theori of knowledge), di mana logika, filsafat bahasa, matematika, metodologi, merupakan komponen-komponen pendudungnya. Filsafat
ilmu sebagai cabang filsafat menempatkan objek sasarannya pada ilmu.
Filsafat ilmu hendak mengkaji ilmu dari sisi kefilsafatan, yakni untuk
memberikan jawaban terhadap sejumlah pertanyaan menyangkut apa itu ilmu
(dijawab oleh ontologi/hakikat), bagaimana ilmu itu diperoleh (dijawab
oleh epistimologi) dan untuk apa ilmu itu diciptakan (dijawab oleh
aksiologi).
Dalam
perkembangannya filsafat ilmu juga mengarahkan pandangannya pada
strategi pengembangan ilmu, yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan
sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja pada kegunaan
atau manfaat ilmu, tapi jauh dari itu apa manfaatnya ilmu bagi kehidupan
manusia.
diarahkan
pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi
ilmuFilsafat ilmu. pada abad ke 18. Kini terasa adanya kekaburan
mengenai batas-batas antara (cabang) ilmu yang satu dengan yang lain,
sehingga interdepedensi dan interrali ilmu menjadi terasa pula. Oleh
karena itu diperlukan suatu “overview” untuk meletakkan jaringan interaksi untuk saling menyapa menuju hakikat ilmu yang integral dan integratif.
Semenjak
Immanuel Kant (1724-1804) menyatakan bahwa Filsaat merupakan disiplin
ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia dengan tepat
dapat diambil sebagai pelukisan fakta-fakta, pengalaman secara lengkap dan konsisten adalah
yang berarti pengetahuan. Kata ini sering disejajarkan dengan kata science dalam bahasa Inggris. Tetapi ada juga yang menyebut bahwaq kata ilmu berasal dari bahasa Latin scire dan scienta yang berarti pengetahuan dan aktivitas mengetahui. (Sidi Ghazalba, 1973; 41).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar