Jumat, 26 Oktober 2012

ILMU PENGETAHUAN DAN FILSAFAT
(Sketsa dalam Memahami Filsafat Ilmu untuk Mengembangkan Ilmu)
By MOH. SUBHAN, MEI
A. Pendahuluan
Ada beberapa pendekatan yang dilakukan manusia untuk memahami, meneliti dan mengola dunia beserta isinya ini. Penedekatan-pendekatan tersebut seperti filsafat, seni, agama dan ilmu pengetahuan.
Berbicara tentang filsafat maka kita tidak bisa terlepas dengan ilmu. Sebab antara filsafat dan ilmu terdapat hubungan yang saling terkait. Bahkan ada yang menyatakan bahwa filsafat sebagai “induk” atau “ibu” ilmu pengetahuan atau mater scientiarum. (Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, 2003; 25). Sehinga boleh disebut antara ilmu dengan filsafat tidak ada bedanya. Seorang filosof pasti menguasai semua ilmu. Tetapi perkembangan daya pikir manusia yang mengembangkan filsafat pada tingkat praktis, berujung pada tingginya loncatan ilmu pengetahuan dibanding dengan bidang filsafat. Meski ilmu lahir dari filsafat, tetapi dalam perkembangan berikut, ilmu pengetahuan yang didukung oleh kecanggihan tehnologi telah mengalahkan perkembangan filsafat. Wilayah kajian filsafat menjadi lebih sempit dibanding dengan masa awal perkembangannya. Dan kajian ilmu pengetahuan semakin luas. Sehingga dalam perkembangannya masing-masing ilmu memisahkan diri dari filsafat. Hal ini tidak berarti bahwa hubungan ilmu-ilmu khusus dengan filsafat terputus.
Ada hubungan timbal balik antara ilmu dengan filsafat. Banyak masalah filsafat yang memerlukan landasan pada pengetahuan ilmiah apabila pembahasannya tidak ingin dikatakan dangkal dan keliru. Ilmu pada dewasa ini dapat menyediakan sejumlah besar bahan yang berupa fakta-fakta yang sangat penting bagi perkembangan ide-ide falsafati yang tepat sehingga sejalan dengan pengetahuan ilmiah. Kebenaran filsafat tidak dapat dibuktikan oleh filsafat itu sendiri, tapi hanya dapat dibuktikan oleh teori-teori keilmuwan melalui observasi dan eksperimen atau melalui justifikasi kewahyuan. (Cecep Sumarna, 2006; 44).
Setiap ilmu memiliki konsep-konsep dan asumsi-asumsi yang bagi ilmu itu sendiri tidak perlu dipersoalkan lagi. Konsep dan asumsi itu diterima begitu saja tanpa dinilai dan dikritik. Terhadap ilmu-ilmu khusus, filsafat, khususnya filsafat ilmu, secara kritis menganalisa konsep-konsep dasar dan memeriksa asumsi-asumsi dari ilmu-ilmu tersebut untuk mendapatkan arti dan validitasnya. Ilmu diperkirakan valid bila hasilnya sesuai dengan prosedur (metodologi). Metodologi meletakkan prosedur yang dipergunakan untuk menguji konsep-konsep dan asumsi-asumsi (preposisi). Prosedur ini dijustifikasi maknanya dengan argumen filosofis. Metodologi adalah produk filsafat dan ilmu-ilmu adalah realisasi dari metodologi. (Barry Hindes, 1977; 5).
B. Pengertian Ilmu Pengetahuan
Kata ilmu berasal dari Bahasa Arab (‘Ilm). Arti dasar dari kata ini adalah kejelasan. Jadi, segala bentuk kata yang terambil dari akar kata ‘ilm seperti kata ‘alam (bendera/gunung), ‘ulmat (bibir sumbing), mengandung objek pengetahuan. Dengan demikian dapat diartikan bahwa ilmu sebagai pengetahuan yang jelas tentang sesuatu. (Quraish Shihab, 1992; 171). Kata tersebut sering disejajarkan dengan kata science (bahasa Inggris) yang berarti pengetahuan, atau scire dan scientia (bahasa Latin) yang berarti pengetahuan dan aktivitas mengetahui. (Sidi Ghazalba, 1973; 41).
Menurut S. Hornby mengartikan ilmu adalah susunan atau kumpulan pengetahuan yang diperoleh melalui penelitiann dan percobaan dari fakta-fakta. Dalam kamus bahasa Indonesia ilmu adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu pula.
Sedangkan menurut Athur Thomson ilmu sebagai pelukisan fakta-fakta, pengalaman secara lengkap dan konsisten meski dalam perwujudan istilah yang sederhana.
Dari beberapa difinisi ilmu di atas, maka ilmu berisi tentang hipotesa, teori, dalil-dalil dan hukum. Hakikat ilmu bersifat koherensi sistematik. Artinya, ilmu harus terbuka kepada siapa saja yang mencarinya. Ilmu berbeda dengan pengetahuan. Ilmu tidak pernah mengartikan kepingan-kepingan pengetahuan berdasarkan satu putusan tersendiri, ilmu justru menandakan adanya stu keseluruhan ide yang mengacu pada objek yang sama dan saling berkaitan secara objektif. Oleh karena itu ilmu membutuhkan metodologi, sebab dan kaitan logfis. Ilmu menuntut pengamatan dan kerangka berfikir metodik.
C. SUMBER ILMU PENGETAHUAN
Sumber Ilmu pengetahuan yang dimaksud dalam bab ini adalah aspek-aspek yang mendasari lahirnya ilmu pengetahuan yang berkembang dan mungkin muncul di tengah kehidupan umat manusia masa lalu dan masa kini. Hal ini dirasa amat penting karena: 1). Adanya perbedaan pandangan di kalangan filosof dan saintis tentang apa yang menjadi sumber ilmu; dan 2). Perbedaan itu ternyata membawa konsekwensi terhadap perbedaan paradigma yang dianut oleh masing-masing komunitas dalam memandang dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan.
Di kalangan filosof dan saintis muslim berkembang sebuah pemikiran bahwa sumber utama ilmu pengetahuan adalah wahyu yang termanifestasi dalam bentuk al Qur’an dan sunnah Nabi, intuisi, empiris yang faktual –induktif -- dan rasional –deduktif--. Jika ada perbedaan pandangan di kalangan masyarakat Muslim, pada dasarnya hanya pada segi prioritas dalam memposisikan fungsi wahyu, yakni apakah wahyu menjadi alat konfirmasi (pembenar) atas penemuan fakta empiris rasional, maka wahyu berperan hanya sebagai pendukung atau justru menjadi alat informasi terhadap lahirnya dan jalannya ilmu pengetahuan, di sini wahyu sebagai sumber utama.
Berbeda dengan sumber ilmu dalam Islam, di kalangan filosof dan saintis Barat, sumber ilmu pengetahuan dibatasi hanya pada dua sumber. Yaitu pengetahuan yang lahir atas dasar pertimbangan rasio (akal/deduksi) dan pengetahuan yang dihasilkan melalui pertimbangan empirikal / pengalaman yang bersifat faktual (empiris/induksi). Sumber pengetahuan yang dibangun atas kebenaran pada pengalaman (empiris) diistilahkan dengan empirisme, yang dikomandani oleh John Lock, sedangkan pengetahuan yang dibangun atas pertimbangan akal (rasio) dikenal dengan istilah rasionalisme yang diprakarsai oleh David Hume. Dua tokoh ini menjadi peletak dasar teori empirisme dan rasioanlisme yang menjadi bangunan ilmu pengetahuan modern. Jadi sesuatu yang berada di luar dua jangkauan tadi, harus ditolak. Sebab eksistensi sesuatu itu harus dapat dibuktikan secara empirik dan dapat diterima secara akal. (Cecep Sumarna, 2006; 52).
D. URGENSI KAJIAN FILSAFAT ILMU
Filsafat ilmu merupakan cabang dari ilmu filsafat. Ilmu ini lahir sebagai pengembangan dari filsafat pengetahuan (theori of knowledge), di mana logika, filsafat bahasa, matematika, metodologi, merupakan komponen-komponen pendudungnya. Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat menempatkan objek sasarannya pada ilmu. Filsafat ilmu hendak mengkaji ilmu dari sisi kefilsafatan, yakni untuk memberikan jawaban terhadap sejumlah pertanyaan menyangkut apa itu ilmu (dijawab oleh ontologi/hakikat), bagaimana ilmu itu diperoleh (dijawab oleh epistimologi) dan untuk apa ilmu itu diciptakan (dijawab oleh aksiologi).
Dalam perkembangannya filsafat ilmu juga mengarahkan pandangannya pada strategi pengembangan ilmu, yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampai pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja pada kegunaan atau manfaat ilmu, tapi jauh dari itu apa manfaatnya ilmu bagi kehidupan manusia.
diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmuFilsafat ilmu. pada abad ke 18. Kini terasa adanya kekaburan mengenai batas-batas antara (cabang) ilmu yang satu dengan yang lain, sehingga interdepedensi dan interrali ilmu menjadi terasa pula. Oleh karena itu diperlukan suatu “overview” untuk meletakkan jaringan interaksi untuk saling menyapa menuju hakikat ilmu yang integral dan integratif.
Semenjak Immanuel Kant (1724-1804) menyatakan bahwa Filsaat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia dengan tepat
dapat diambil sebagai pelukisan fakta-fakta, pengalaman secara lengkap dan konsisten adalah
yang berarti pengetahuan. Kata ini sering disejajarkan dengan kata science dalam bahasa Inggris. Tetapi ada juga yang menyebut bahwaq kata ilmu berasal dari bahasa Latin scire dan scienta yang berarti pengetahuan dan aktivitas mengetahui. (Sidi Ghazalba, 1973; 41).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar