Minggu, 01 Januari 2012

STUDI ISLAM DAN URGENSITASNYA


 STUDI ISLAM DAN URGENSITASNYA

A.    Pengertian Studi Islam
Kata studi merupakan sinonim dengan Dirasah Islamiyah (bahasa Arab) dan  Islamic Studies (bahasa Inggris). Studi Islam secara harfiah adalah kajian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Islam. Makna ini sangat umum sehingga perlu ada spesifikasi pengertian terminologis tentang studi Islam dalam kajian yang sistematis dan terpadu. Sehingga yang dimaksud studi Islam dalam pengertian terminology adalah kajian secara sistematis dan terpadu untuk mengetahui, memaknai dan menganalisis secara mendalam hal-hal yang berkaitan dengan agama Islam, pokok-pokok ajaran Islam, sejarah Islam maupun realitas pelaksanaannya dalam kehidupan.
Sedangkan kata “Islam” bisa kita bedah dari dua aspek, yaitu aspek kebahasaan dan aspek peristilahan. Dari segi kebahasaan, Islam berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata salima yang mengandung arti selamat, sentosa, dan damai. Dari kata salima selanjutnya diubah menjadi bentuk aslama yang berarti berserah diri,  keselamatan dan kedamaian. Oleh sebab itu orang yang berserah diri, patuh, dan taat kepada Allah swt disebut sebagai orang Muslim. Dengan demikian orang yang tidak patuh dan tunduk sebagai wujud penolakan terhadap fitrah dirinya sendiri.
Firman Alloh surat al-A'raf 172:
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قالُوا بَلى شَهِدْنا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هذا غافِلِينَ
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (ke-esaan Tuhan)".
Adapun pengertian Islam dari segi istilah, banyak para ahli yang mendefinisikannya, di antaranya Prof. Dr. Harun Nasution. Islam adalah adalah nama agama Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad untuk diajarkan kepada seluruh umat manusia yang mengandung ketentuan-ketentuan keimanan (aqidah), ibadah dan muamalah (syariah). Oleh karena itu, studi Islam diarahkan pada kajian keislaman yang mengarah pada 3 hal :
1.     Islam yang bermuara pada ketundukan/berserah diri. Berserah diri artinya pengakuan yang tulus bahwa Tuhan adalah satu-satunya sumber otoritas yang serba mutlak. Keadaan ini membawa adanya pemahaman bahwa orang yang tidak patuh dan tunduk merupakan wujud dari penolakan terhadap fitrah dirinya sendiri.
2.       Islam dapat dimaknai dengan keselamatan dunia dan akhirat, sebab ajaran Islam pada hakekatnya membina dan membimbing manusia untuk berbuat kebajikan dan menjauhi semua larangan dalam kehidupannya. 
3.       Islam bermuara pada kedamaian, sehingga manusia harus hidup berdampingan dengan makhluk hidup yang lain bahkan berdampingan dengan alam raya. Dengan demikian kedamaian harus dilakukan secara utuh dan multi dimensi.
Dari 3 dimensi di atas studi Islam mencerminkan gagasan tentang pemikiran yang bernuasan pada kedudukan pada Tuhan, selamat di dunia dan akhirat dan berdamai dengan makhluk lain. Dengan demikian studi Islam tidak hanya bermuara pada wacana pemikiran tetapi juga pada praktis kehidupan yang berdasarkan pada perilaku baik dan benar dalam kehidupan.
B.    Tujuan Studi Islam
• Untuk mempelajari hakikat agama Islam secara mendalam dan bagaimana posisi serta hubungan Islam dengan agama-agama lain.
  Untuk mempelajari pokok-pokok isi ajaran agama Islam secara mendalam dan bagaimana pertumbuhan dan perkembangan budaya dan peradaban Islam.
  Untuk mempelajari secara mendalam sumber dasar ajaran agama Islam dan bagaimana aktualisasinya sepanjang sejarah.
  Untuk memahami prinsi-prinsip dan nilai-nilai dasar ajaran Islam dan bagaimana realisasinya dalam membimbing dan mengarahkan serta mengontrol perkembangan budaya dan peradaban manusia pada zaman modern.
C.    Sasaran Studi Islam
Sasaran Studi Islam meliputi dua hal, yaitu sasaran keagamaan dan sasaran keilmuan.
1.     Sasaran Keagamaan
Dari aspek sasaran ini, wacana keagamaan dapat ditransformasikan secara baik dan menjadikan landasan kehidupan dalam berperilaku tanpa melepaskan kerangka normatif. Pertama, Islam sebagai dogma juga merupakan pengalaman universal dari kemanusiaan. Kedua, Islam tidak hanya terbatas pada kehidupan di dunia, tetapi orientasi utama adalah kehidupan setelah mati.
2.     Sasaran Keilmuan
Studi keilmuan memerlukan pendekatan yang kritis, analitis, metodologis, empiris dan historis. Oleh karena itu, konteks ilmu harus mencerminkan ketidak berpihakan pada satu agama, tetapi lebih mengarah pada kajian yang bersifat obyektif. Dengan demikian, studi Islam sebagai aspek sasaran keilmuan membutuhkan berbagai pendekatan.
Dalam studi Islam, kerangka pemikiran ilmiah di atas ditarik dalam konteks keislaman. Pengkajian terhadap Islam yang bernuansa ilmiah tidak hanya terbatas pada aspek-aspek yang normative dan dogmatis saja, tetapi juga pengkajian yang menyangkut aspek sosiologis dan empiris.
D.    Sejarah Studi Islam
1.     Perkembangan Studi Islam di Dunia Islam
a.       Masa Rasulullah
Studi Islam pada era Rasulullah dilakukan secara sederhana yaitu melalui tradisi lisan. Kajian keislaman pada fase Mekkah difokuskan pada masalah-masalah aqidah dan akhlak, sedangkan periode fase Madinah ditujukan pada penataan sistem politik dan sosial.
                b.     Masa Sahabat dan Tabi’in
Studi Islam pada masa sahabat sudah mulai muncul tradisi literer, dimulai dengan pengumpulan al-Qur’an dan berkembang dengan pengumpulan dan penulisan hadits pada era Dinasti Umayah. Para Muhadditsin menyusun kriteria ilmiah bagi penerimaan hadits dan mengklasifikasikan hadits menjadi tiga, yaitu: hadits dengan kategori shahih, hasan, dan da’if. 
Pada saat itu muncul pusat-pusat kajian keislaman, seperti Hijaz (Makkah & Madinah), Iraq (Kufah & Basrah), dan Syria. Perkembangan studi Islam mencapai puncaknya pada era pemerintahan Bani Abbasiyah. Studi Islam yang dikembangkan meliputi beberapa bidang keilmuan, yaitu:
1)    Ilmu yang berbasis pada teks keagamaan (al-Qur’an dan Hadits), seperti:
  Tafsir dan ulumul Qur’an. Kitab Tafsir yang tertua ditulis oleh at-Thabari (w. 301 H) yang dikenal dengan sebutan Tafsir at-Tabari.
  Tata Bahasa Arab dengan tokoh utamanya: Al-Khalil ibn Ahmad (w. 786 M) menyusun kamus bahasa Arab (Kitab Al’Ayn), Sibawaih (w. 793 M) menyusun buku teks sistematis tentang tata bahasa Arab yang dikenal dengan al-Kitab.
  Hadits dan Ulumul Hadits yang dipelopori oleh Syihabuddin az-Zuhri, dan dikembangkan oleh Bukhari dan kawan-kawan. Hasilnya adalah Kutub as-sittah: Kitab Sahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan at-Tirmizi, Sunan an-Nasai, dan Sunan Ibnu Majah.
  Sejarah Nabi seperti Sirah Nabawiyah yang ditulis oleh Ibnu Ishaq (w. 767 M). 
  Fiqh dan Usul Fiqh yang dipelopori oleh para imam mazhab seperti Abu Hanifah, Malik ibn Anas, Muhammad ibn Idris asy Syafi’i, dan Ahmad ibn Hanbal.
2)    Ilmu yang berbasis rasionalitas dan realitas empirik.
  Ilmu Astronomi, merupakan hasil kontak dengan India, dengan tokoh  Ibrahim Al-Fazari (w. 796 M).
  Ilmu Astrologi dengan tokoh Abu Ma’syar (w.  886 M).
  Matematika dengan tokoh Muhammad Ibn Musa al-Khawarizmi (w.850 M).
  Kimia dengan tokoh Jabir Ibn Hayyan (w. 776 M).
  Kaligrafi, sebagai akibat sentuhan dengan budaya Persia.
  Zoologi, dengan tokohnya Abu Usman ‘Amr Ibn Bahr al-Jahiz (w. 868 M).
  Filsafat, dengan tokoh  Al-Kindi (w. 873 M), al-Farabi (w. 950 M), dan Ibnu Sina (w. 1037).
  Sosiologi dengan tokoh Abdurrahman Ibn Khaldun (1332-1406 M) dengan bukunya Mukaddimah.
    Pusat-Pusat Kajian Keilmuan.
  Bait al-Hikmah, perpustakaan sekaligus pusat kajian ilmu pengetahuan (didirikan tahun 1830 M oleh al-Ma’mun).
  Akademi Nizhamiyah, Kajiannya masalah Teologi. Didirikan oleh Nizhamul Muluk (dari Dinasti Saljuk) pada tahun 1065 M.
  Universitas Granada, pembelajarannya meliputi: teologi, hukum, kedokteran, kimia, filsafat, dan astronomi. Didirikan oleh Yusuf Abu al-Hajjaj (1333-1354) dari dinasti Nashriyyah.
  Universitas al-Azhar, didirikan oleh khalifah al-Aziz (975-996 ) dari dinasti Fatimiyah.
2.     Studi Islam di Dunia Barat dan Perkembangannya
a.     Kontak Islam dengan Barat
  Pada masa Dinasti Abbasiyah, khususnya masa pemerintahan al-Ma’mun (813-833 M) terjadi gerakan penerjemahan buku-buku Yunani ke dalam bahasa Arab. Gerakan ini menimbulkan adanya adaptasi dan adopsi ilmu pengetahuan dari Barat ke dunia Islam. Kebudayaan Islam menjadi perantara antara kebudayaan Yunani Kuno dengan peradaban ilmu pengetahuan modern.
  Dinasti Umayyah di Timur (756-1031) yang berpusat di Cordova (Spanyol), juga menjadi media transformasi ilmu dari Islam ke Eropa. Banyak orang Eropa yang belajar ilmu pengetahuan di Cordova.
  Peristiwa perang Salib (1096-1192) antara umat Islam dengan Kristen yang berlangsung selama 200 tahun, menyebabkan pihak Barat mengkaji ulang khazanah intelektual Islam melalui karya-karya ilmuwan muslim.
  Abad 16 sampai pertengahan abad 19 merupakan fase kolonialisme Barat terhadap dunia Islam. Pada fase ini Barat mengkaji berbagai kemajuan yang pernah di raih umat Islam selama ± 7 abad.
  Tahun 1789 Napoleon Bonaparte menguasai Mesir dan membawa antropolog untuk mempelajari bahasa Arab, al-Qur’an dan Hadits. Peristiwa ini merupakan transformasi pengetahuan dari Islam ke Barat.
  Kesultanan Turki yang kemudian berubah menjadi Republik Turki juga mengadakan kontak dengan negara-negara Eropa dan menghasilkan gerakan pembaruan.

b.     Studi Islam di Barat dan Perkembangannya
Studi tentang keislaman di Barat (yang dilakukan para orientalis) berangkat dari paradigma berfikir bahwa Islam adalah agama yang bisa diteliti dari sudut mana saja dan dengan kebebasan sedemikian rupa. Sehingga kajian keislaman di Barat lebih berorientasi pada Islam sebagai realitas atau fenomena sosial. Islam dikaji dan dipelajari hanya sebatas Islam sebagai ilmu pengetahuan.
Kajian keislaman di Barat pada awalnya lebih terfokus pada bidang filsafat dan ilmu pengetahuan. Karenanya, yang dipelajari oleh akademi Barat pada awal-awal renaissance adalah karya-karya para filusuf dan saintis muslim. Karya Ibn Sina --al Qânûn fî al Tibb-- menjadi rujukan paling penting, ilmu kedokteran di Eropa selama lebih dari tiga abad. Begitu juga buku penting Ibn Rushd --Fasl al Maqâl-- menjadi rujukan kaum tercerahkan di Eropa, untuk menghadapi dominasi Gereja.
Di era modern ini kita mendapati dunia akademi Barat lebih terbuka pada cabang-cabang keilmuan Islam yang lain. Tidak hanya filsafat dan sains, tapi juga cabang-cabang ilmu keislaman, seperti al-Qur’an, hadits, fiqh, dan sejarah Islam. Berkembangnya kajian-kajian terhadap ilmu-ilmu ini, merupakan respon dari semakin meningkatnya kajian arkeologis, antropologis, historis, dan sosiologis di Eropa. Philiph K Hitti, HAR Gibb, dan Montgomery Watt banyak menfokuskan pengkajian pada aspek sejarah Islam. Sementara Joseph Schact pada kajian hukum Islam, David Power pada kajian Qur'an, dan A. J Arberry pada aspek tasawuf.
3.     Dampak Perkembangan Studi Islam Bagi Dunia Barat
Dampak Positif
Kehadiran Islam di Spanyol membawa perubahan dalam berbagai segi kehidupan masyarakat, terutama dalam aspek peradaban, ilmu pengetahuan dan teknologi. Kondisi seperti itu memicu semangat orang barat dalam mempelajari ilmu pengetahuan yang dibawa oleh Islam, seperti ilmu kimia, ilmu hitung, ilmu tambang (minerologi), meteorology dan sebagainya. Sedangkan di bidang teknologi orang barat bisa membuat berbagai macam alat industri yang dihasilkan dari observasi atau penelitian.
Sekitar abad ke-16 M telah ditemukan sebuah alat perajut kaos kaki. Kemudian tahun 1733, M John Kay telah berhasil membuat alat tenun baru  yang dapat bekerja lebih cepat dan menghasilkan tenunan yang baik. Pada tahun 1765 M Hargreaves berhasil membuat alat pintal yang dapat memintal berpuluh-puluh gulung benang. Kemudian sekitar tahun 1780 M terjadi revolusi industri di Inggris, seperti ditemukannya mesin uap oleh James Watt pada tahun 1769 M dan alat tenun oleh Cartwright tahun 1785 M yang menyebabkan Inggris menjadi negara industri maju.

Dampak Negatif
Setelah bangsa barat menjadi bangsa yang maju dan telah mengalami revolusi dibidang industri. Maka mereka mendapati masalah kekurangan bahan baku dalam kegiatan industrinya. Kemudian untuk mencari jalan keluarnya mereka berlomba-lomba mencari di dunia Timur, yang kebanyakan dikuasai oleh pemerintahan muslim. Di samping itu, mereka juga memerlukan tempat pemasaran baru dari hasil industrinya. Sehingga negara-negara Barat datang kedunia Timur untuk melakukan ekspansi besar-besaran dalam bidang sosial, politik, ekonomi dan budaya. Suasana seperti itu menyebabkan dunia Timur mengalami kemunduran dan Barat mencapai kemajuan pesat dari hasil kolonialisme dan imperialisme atas dunia Timur.
4.     Studi Islam di Indonesia
Masa Klasik (Abad 7 – 15 M)
Studi Islam di Indonesia pada era ini melalui kontak informal, seperti melalui saluran perdagangan, perkawinan, dan tasawuf. Materi pengajaran berupa kalimat syahadat, rukun iman dan rukun Islam. Pada abad ke 13 muncul pendidikan di langgar dan pesantren.
Pendidikan langgar mengajarkan membaca al-Qur’an, fiqh, tauhid, dan akhlak. Sistem pengajaran menggunakan metode sorogan (privat). Jenjang pendidikannya terdiri dari tingkat rendah (mempelajari huruf hijaiyah) dan tingkat atas (mempelajari al-Qur’an, qasidah, barzanji, tajwid dan kitab fasolatan).
Pendidikan pesantren mengajarkan pokok-pokok agama dan segala cabangnya, seperti bahasa Arab, fiqh, al-Qur’an, hadits, ilmu kalam, dan tauhid. Sistem pengajaran non klasikal, dengan metode: wetonan (kolektif), dan sorogan (privat).
Masa Pra Kemerdekaan (Abad 16 – 19 M)
Periode ini telah bermunculan lembaga-lembaga pendidikan formal, seperti pendidikan madrasah yang didirikan oleh Syekh Abdullah Ahmad di Padang tahun 1909, Madrasah School di Batu Sangkar didirikan oleh Syekh Thaib Umar pada tahun 1910, dan tahun 1923 diganti dengan nama Diniyah School, tahun 1931 diganti menjadi al-Jami’ah al-Islamiyah, Zainuddin Labai al-Yunusi pada tahun 1915 mendirikan Madrasah Diniyah di Padang Panjang, Muhammadiyah mendirikan HIS, Sekolah Guru, SD 5 tahun dan madrasah, Al-Irsyad mendirikan Madrasah Awaliyah (3 th), Ibtidaiyah (4 th), Tajhiziyah (2 th), Mu’allimin (4 th), dan Takhassus (2 th), Nahdlatul Ulama mendirikan: Madrasah Awaliyah (2 th), Ibtidaiyah (3 th), Tsanawiyah (3 th), Mu’allimin Wustha (2 th), Mu’allimin Ulya (2 th) dan Al-Jami’ah al-Wasliyah (berdiri tahun 1930 di Medan) mendirikan: Madrasah Tajhiziyah (2 th), Ibtidaiyah (4 th), Tsanawiyah (2 th), Qismul Ali (3 th), dan Takhassus (2 th).
Pasca Kemerdekaan.
Tahun 1952 studi Islam pada tingkat dasar sampai menengah diseragamkan melalui jenjang pendidikan MI (6 th), MTs (3 th), dan MA (3 th). Pada tahun 1951 didirikan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) yang kemudian menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) tahun 1960 dan menjadi UIN 1998.

Han’s